Korupsi Sebagai Implikasi Dari Cinta Dunia Yang Berlebih
Oleh : Muhammad Syafii Kudo*
Geger geden Indonesia di bulan Ramadhan. Itulah mungkin kalimat yang pantas disematkan pada kasus mega korupsi yang merugikan negara sebesar 271 Triliun. Seperti diketahui, kasus korupsi tambang timah ilegal yang dilakukan sejak 2015 -2022 itu melibatkan beberapa Crazy Rich yang selama ini dikenal masyarakat di media sosial sebagai kaum tajir melintir karena sering memamerkan kekayaannya dalam unggahan keseharian mereka. Setidaknya ada suami dari artis terkenal dan sosialita Ibu Kota yang kini menjadi sorotan utama. Berbagai kemewahan duniawi pernah mereka pamerkan kepada khalayak mulai dari penyelenggaraan pesta pernikahan yang super mahal, pamer tas mewah, kemeja mewah, jam tangan mewah hingga jet pribadi yang bahkan saking murahnya di mata pelaku korupsi tersebut hingga dijadikan kado ulang tahun untuk anaknya yang masih kecil. Dan semua itu masih bisa disaksikan jejak digitalnya oleh masyarakat di akun media sosial para tersangka atau media-media infotainment tanah air.
Setelah kasus korupsi ini mencuat, ramai warganet yang mengungkit kembali pidato (mantan) Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD tentang korupsi di ranah pertambangan pada 2023 lalu. Di dalam pidatonya itu, Mahfud MD mengutip pernyataan mantan ketua PPATK Abraham Samad yang dilontarkan antara tahun 2013 hingga 2014 silam yang berbunyi,
"Di luar kata ini, pertambangan mineral utama. Saya kan cerita bahwa pada 2013 - 2014, itu ada informasi dari kepala PPATK waktu itu, Abraham Samad," tutur Mahfud MD, mengutip unggahan @folkrame pada Kamis (28/3/2024). Abraham Samad telah menghitung bahwa setiap orang bisa mendapat Rp 20 juta per bulan jika korupsi di ranah pertambangan diberantas. "Dia mengatakan begini, 'Kalau saja di dunia pertambangan ini kita bisa menghapus celah korupsi maka setiap kepala orang Indonesia itu, setiap bulan akan mendapat uang Rp 20 juta'. Setiap itu, anak kecil, Rp 20 juta setiap bulan, gratis dari negara," tandasnya. Sebuah nilai yang fantastis, bukan. Uang 20 juta bagi setiap rakyat Indonesia setiap bulan gratis dari negara bahkan tanpa harus bekerja, sebuah utopia yang sebenarnya bisa terjadi dengan syarat semua celah korupsi ditutup di negeri ini.
Menanggapi pernyataan itu akhirnya ramai para warganet yang mendesak agar Pemerintah tidak sekedar berani menghukum berat (baca : mati) para maling uang rakyat itu namun juga harus memiskinkannya dengan cara menyita aset mereka untuk diambil negara. Jika ini tidak dilakukan maka selamanya lingkaran setan berupa korupsi di negeri ini akan tetap terjadi. Sebab tidak ada efek jera yang dirasakan para koruptor. Mereka seolah hanya pindah tidur dari rumah mewahnya ke hotel prodeo yang berdasarkan kasus yang sudah-sudah telah didesain seperti hotel bintang lima dengan berbagai fasilitas memadai. Dan ironisnya lagi aset kekayaan mereka juga tidak disentuh sama sekali.
Lantas apa dan mengapa korupsi itu bisa terjadi? Menurut Fockema Andrea, kata korupsi berasal dari bahasa Latin corruptio yang turun ke banyak bahasa Eropa seperti Inggris, yaitu corruption, corrupt; Prancis, yaitu corruption; dan Belanda, yaitu corruptie (korruptie). Dari bahasa Belanda inilah kata itu terserap ke dalam bahasa Indonesia, yaitu “korupsi”. Secara hukum, pengertian korupsi ialah “tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang tindak pidana korupsi. Sedangkan faktor penyebab korupsi telah dijelaskan lewat beberapa teori. Menurut Teori Willingness and Opportunity to Corrupt, korupsi terjadi jika terdapat kesempatan/ peluang kelemahan sistem, pengawasan kurang, dan sebagainya dan niat/keinginan (didorong karena kebutuhan & keserakahan). Sedangkan menurut Teori korupsi Jack Bologne GONE Theory, faktor-faktor penyebab korupsi adalah keserakahan (greed), kesempatan (opportunity), kebutuhan (needs), dan pengungkapan (expose). Keserakahan berpotensi dimiliki setiap orang dan berkaitan dengan individu pelaku korupsi. Organisasi, instansi, atau masyarakat luas dalam keadaan tertentu membuka faktor kesempatan melakukan kecurangan. Faktor kebutuhan erat dengan individu- individu untuk menunjang hidupnya yang wajar. Dan, faktor pengungkapan berkaitan dengan tindakan atau konsekuensi yang dihadapi oleh pelaku kecurangan apabila pelaku diketemukan melakukan kecurangan. (Gone Greed Opportunity Need Expose).
Terlepas dari keyakinan yang dianut para koruptor yang banyak didominasi oleh para kafirin tersebut, yang jelas kita berbaik sangka bahwa tidak ada agama manapun yang membolehkan umatnya untuk mengambil hak orang lain termasuk lewat jalan korupsi ini. Baiklah kiranya jika hal tersebut disebut sebagai kelakuan para oknum umat beragama belaka. Karena tidak mungkin orang yang percaya kepada Tuhan akan melakukan kejahatan kemanusiaan berupa korupsi, sebab negara yang mendeklarasikan dirinya sebagai negara Komunis seperti RRC sekalipun sangat membenci perilaku korupsi. Terbukti dengan konsistensi mereka yang selalu menghukum mati para pelaku korupsi yang ironisnya hal itu tidak berani dilakukan oleh sebuah negeri Islam terbesar di dunia. Artinya tidak ada umat manusia dari golongan manapun yang menyetujui tindakan kedzaliman yang merugikan pihak lain dengan jalan memperkaya diri sendiri dan keluarganya.
Di dalam worldview Islam, korupsi yang merupakan bagian daripada kecintaan berlebih terhadap dunia, adalah sebuah kedholiman yang sangat luar biasa. Karena perbuatan ini tidak hanya mengambil hak duniawi manusia sezamannya tetapi juga sampai beberapa generasi berikutnya.
Maka tidak berlebihan jika Rasulullah Shalallahu Alaihi Wa Sallam telah jauh hari menyatakan,
حب الدنيا رأس كل خطيئة
“Cinta dunia adalah biang keladi dari semua kesalahan.” (HR. Baihaqi).
Imam Al-Fudhail bin Iyyadh Rahimahullah pernah berkata,
رهبة العبد من الله على قدر علمه بالله وزهده في الدنيا على قدر رغبته في الآخرة.
“Rasa takut seorang hamba kepada Allah sesuai kadar ilmunya tentang Allah, dan sikap kerendahannya terhadap dunia sesuai dengan kadar kecintaannya terhadap akhirat.” (Az-Zuhd al-Kabir, hlm. 74)
Di dalam Al Qur’an disebutkan mengenai perbedaan orang yang mengejar kehidupan di dunia dan kehidupan di akhirat, salah satunya di dalam sebuah ayat yang berbunyi,
مَنْ كَانَ يُرِيدُ حَرْثَ الآخِرَةِ نزدْ لَهُ فِي حَرْثِهِ وَمَنْ كَانَ يُرِيدُ حَرْثَ الدُّنْيَا نُؤْتِهِ مِنْهَا وَمَا لَهُ فِي الآخِرَةِ مِنْ نَصِيبٍ
“Barang siapa yang menghendaki keuntungan di akhirat, akan Kami tambah keuntungan itu baginya; dan barang siapa yang menghendaki keuntungan di dunia, Kami berikan kepadanya sebagian dari keuntungan dunia dan tidak ada baginya suatu bahagian pun di akhirat” (Qs. As Syuro : 20)
Imam Nawawi Al Bantani Al Jawi Rahimahullah di dalam kitab tafsirnya mengenai ayat tersebut menjelaskan,
مَنْ كَانَ يُرِيدُ حَرْثَ الآخِرَةِ نزدْ لَهُ فِي حَرْثِهِ
أي من كان يريد بأعماله ثواب الآخرة، نزد له ثوابه بالتضعيف إلى ما نشاء، ونزد له في تسهيل سبيل الطاعات، ونعطه من الدنيا ما كتبناه له
وَمَنْ كَانَ يُرِيدُ حَرْثَ الدُّنْيَا نُؤْتِهِ مِنْهَا وَمَا لَهُ فِي الآخِرَةِ مِنْ نَصِيبٍ , أي ومن كان يريد بأعماله متاع الدنيا نعطه بعض ما يطلبه حسب ما قسمنا له، وما له في الآخرة ثواب، لأنه عمل للدنيا
“Maksudnya barangsiapa yang menghendaki pahala di akhirat dengan amalnya, maka Kami tingkatkan baginya pahalanya dengan berlipat ganda sesuai dengan kehendaki Kami, dan Kami tambahkan baginya dalam kemudahan (menempuh) jalan ketaatan, dan Kami berikan kepadanya di dunia apa yang telah Kami tetapkan untuknya. Dan barangsiapa yang menghendaki kenikmatan dunia dengan amal-amalnya, maka Kami akan memberikan kepadanya sebagian dari apa yang dia minta sesuai dengan apa yang telah Kami bagikan kepadanya, dan dia tidak mendapat pahala di akhirat, karena dia bekerja untuk dunia (semata).” (Maroh Labid Li Kasyfi Makna Qur'anil Majid Lil Al Allamah Syekh Muhammad Umar Nawawi Al Jawi Al Bantani Jilid 2; hal 373; Cet. Pertama; Tahun 1997 M / 1417 H; Darul Kutub Ilmiah Beirut Lebanon)
Imam As Shobuni di dalam menafsirkan surah Al Syuro ayat 20 tersebut menjelaskan,
من كَانَ يُرِيدُ حَرْثَ الْآخِرَةِ نَزِدْ لَهُ فِي حَرْثِهِ، وَمَن كَانَ يُرِيدُ حَرْثَ الدُّنْيَا نُؤْتِهِ مِنْهَا وَمَا لَهُ فِي الْآخِرَةِ مِن نَّصِيبٍ أي من كان يريد بأعماله ثواب الآخرة، نضاعف له ثوابه، ونضاعف له حسناته، ومن كان يريد بعمله متاع الدنيا ونعيمها فقط، نعطه بعض ما يطلبه، مما قدرناه له من المتاع العاجل وليس له حظ في الآخرة من الثواب والنعيم !! الحرث : الزرع، شبه تعالى العمل (بالزرع)، فالزارع يزرع الحب والنوى، ليجني منه النبات والثمر، فمن زرع لدنياه فقط، فقد خسر، ومن زرع لآخرته فاز ونجح، قال ابن عباس: «من كان يؤثر دنياه على آخرته، لم يجعل الله له نصيباً إلا النار، ولم ينل من الدنيا إلا ما قسم له» وقال : بشر هذه الأمة بالسناء، والرفعة، والنصر والتمكين في الأرض، ما لم يطلبوا الدنيا بعمل الآخرة، فمن عمل منهم عمل الآخرة للدنيا، لم يكن له في الآخرة من نصیب
(رواه أحمد)
Penjelasan Imam Al Shobuni hampir tidak jauh berbeda dengan apa yang dijelaskan oleh Syaikhul Hijaz Imam Nawawi Banten sebelumnya, namun Imam Shobuni mencantumkan di akhir tafsirannya mengenai surah As Syuro ayat 20 tersebut dengan pernyataan,
“Tuhan Yang Maha Esa mengibaratkan beramal dengan (menabur), Petani menanam biji-bijian dan benih-benih, agar dapat dituai tanaman dan buahnya, Siapa yang menabur hanya untuk kehidupan duniawinya, maka ia rugi, dan siapa yang menabur untuk akhirat, dialah yang menang dan sukses. Ibnu Abbas Radiyallahu Anhu berkata: “Barang siapa yang lebih mengutamakan kehidupan dunianya daripada akhirat, maka tidaklah Allah menjadikan baginya untuk mendapat bagian kecuali (bagian) Neraka, dan dia tidak akan menerima dari dunia ini melainkan apa yang telah dianugerahkan Allah kepadanya.” Rasulullah Shalallahu Alaihi Wa Sallam bersabda: “Berilah kabar gembira bagi umat ini dengan (berupa) kemuliaan, keagungan, kemenangan dan kedudukan yang teguh di muka bumi, selama mereka tidak mencari kehidupan dunia ini lewat amalan-amalan akhirat, karena barangsiapa di antara mereka yang mengerjakan amalan akhirat (alias menjual akhirat untuk dunia ini), maka tidak akan mendapat bagian di akhirat.” (Tafsir Surah Al Syuro ayat 20; Tafsir Wadih Al Muyassar Lil Syekh Muhammad Ali Al Shobuni hal 1218 cet ke 8 tahun 2007 M / 1428 H Maktabah Al Alassrya Beirut Lebanon)
Di dalam menafsiri ayat 20 surah Al Syuro tersebut para Mufassirin ada titik sama yang patut dijadikan perhatian kita yakni saat menyebut orang yang melakukan amalan untuk kehidupan akhirat maka Allah akan memberikannya bahkan melipatgandakan bagi mereka pahalanya. Artinya kebahagiaan di dunia dan akhirat didapat sekaligus. Namun saat menyebutkan mengenai golongan yang hanya fokus memperlelah diri untuk kehidupan duniawi semata maka dijelaskan bahwa Allah hanya memberikan sebagian (بعض) bukan memberikan semua (كله) dan ironisnya di akhirat mereka tidak mendapatkan bagian apa-apa daripada kenikmatan surgawi. Artinya kehidupan dunia yang diperjuangkan dengan segala kepayahan baik dengan jalur yang benar maupun dengan jalan yang kotor (korupsi misalnya) maka yang mereka dapatkan hanyalah sebagian belaka sesuai yang sudah ditakar kadarnya oleh Allah bagi mereka. Dan di akhirat mereka tidak mendapatkan apa-apa melainkan neraka belaka. Dan inilah kerugian paling besar bagi manusia dalam worldview Islam.
Sebenarnya Islam tidak melarang manusia untuk menikmati dunia, namun semua harus sesuai batasan agar tidak berlebihan. Allah SWT berfirman,
كُلُوا وَاشْرَبُوا وَلَا تُسْرِفُوا ۚ إِنَّهُ لَا يُحِبُّ الْمُسْرِفِينَ
“…makan dan minumlah, dan janganlah berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan.” (QS. Al A’raf: 31).
Wal hasil sebagai penutup, penulis ingin mengutip hadis dari Ibnu ‘Abbas Radiyallahu Anhu, Beliau mendengar Rasulullah ﷺ bersabda,
لَوْ كَانَ لاِبْنِ آدَمَ وَادِيَانِ مِنْ مَالٍ لاَبْتَغَى ثَالِثًا ، وَلاَ يَمْلأُ جَوْفَ ابْنِ آدَمَ إِلاَّ التُّرَابُ ، وَيَتُوبُ اللَّهُ عَلَى مَنْ تَابَ
“Seandainya manusia diberi dua lembah berisi harta, tentu ia masih menginginkan lembah yang ketiga. Yang bisa memenuhi perut manusia hanyalah tanah. Allah tentu akan menerima taubat bagi siapa saja yang ingin bertaubat.” (HR. Bukhari no. 6436).
Sedemikian hebatnya godaan dunia bagi manusia, maka dengan berkah Ramadhan ini kami berdoa dengan apa yang para salafus saleh dawamkan selama hidupnya yang berbunyi, “Ya Allah letakkan dunia di tangan kami jangan letakkan dunia di hati kami.” Wallahu A’lam Bis Showab.
*Murid Kulliyah Dirosah Islamiyah Pandaan Pasuruan
Dimuat Di :
https://sabili.id/korupsi-sebagai-implikasi-cinta-dunia-yang-berlebih/