Kala Polisi Dalam Sorotan
Oleh : Ubed Ahmad*
Saat tulisan ini ditulis, yakni 14 Oktober 2022, negeri ini tepat sedang memperingati 101 tahun Jenderal Hoegeng Imam Santoso. Beliau adalah sosok polisi jujur yang pernah menjabat sebagai Kapolri. Kejujuran dan ketegasan sosok yang bersahaja dan humanis ini sangat masyhur di zamannya. Bahkan hingga saat ini namanya selalu disebut-sebut sebagai barometer pembanding terhadap perilaku anggota polisi sepeninggalnya.
Presiden Abdurrahman Wahid bahkan pernah berkelakar bahwa di republik ini hanya ada tiga polisi jujur, yaitu Polisi Tidur, Patung Polisi, dan Hoegeng. Pernyataan Gus Dur itu memang bukan asal ucap belaka, sebab kejujuran disinyalir kian terkikis dari wajah kepolisian.
Apalagi beberapa bulan belakangan ini, nama besar kepolisian Republik Indonesia sedang mendapat sorotan tajam dari seluruh rakyat Indonesia. Pasalnya banyak sekali aib besar para oknum anggotanya yang perlahan terkuak. Mulai dari dugaan pelanggaran HAM yang dilakukan oleh oknum anggotanya, terlibat bandar judi, menjadi pengedar Narkoba hingga dianggap sebagai “pembunuh” ratusan penonton sepakbola, bahkan ada dugaan eksistensi mafia di tubuh kepolisian.
Publik masih ingat tentang kasus pembantaian KM 50, kemudian pembunuhan Brigadir Joshua oleh Sambo cs yang juga diduga terlibat Konsorsium judi online. Lalu kasus tewasnya lebih dari 100 penonton sepakbola di Malang akibat berdesakan yang dipicu oleh tembakan gas air mata dari aparat keamanan. Hingga yang terbaru adalah terseretnya nama Kapolda baru Jawa Timur yang ditahan karena dituduh menjadi pengedar dan pemakai narkoba, padahal yang bersangkutan baru saja dilantik untuk menggantikan Kapolda Jawa Timur yang lama karena dimutasi sebagai imbas tragedi di stadion Kanjuruhan Malang.
Tentu semua noda hitam itu kian membuat pusing Kapolri saat ini yang tengah gencar mengkampanyekan jargon Presisi Polri yang merupakan akronim dari prediktif, responsibilitas dan transparansi berkeadilan. Apalagi sempat ramai di media sosial saat Presiden tidak menyalami Kapolri pada perayaan HUT ke-77 TNI di Istana Merdeka, Jakarta, Rabu (5/10/2022) yang mana warganet menduganya akibat kekecewaan Presiden terhadap kinerja Kepolisian akhir-akhir ini. Dan semua kejadian itu tentu kian menjatuhkan marwah dan kepercayaan publik terhadap institusi kepolisian.
Di dalam khazanah Islam ada penjelasan mengenai fenomena para aparat penegak hukum di akhir zaman, Imam Thabrani meriwayatkan,
سَيَكُوْنُ فِي آخِرِ الزَّمَانِ شُرْطَةٌ يَغْدُوْنَ فِـي غَضَبِ اللهِ، وَيَرُوْحُوْنَ فيِ شَخَطِ اللهِ، فَإِيَّاكَ أَنْ تَكُوْنَ مِنْ بِطَانَتِهِمْ.
“Di akhir zaman, akan ada para penegak hukum yang pergi dengan kemurkaan Allah dan kembali dengan kemurkaan Allah, maka hati-hatilah engkau agar tidak menjadi kelompok mereka.” Mereka dimurkai karena menganiaya kaum muslimin tanpa alasan.”
Auf bin Malik meriwayatkan sabda Nabi Muhammad Shalallahu Alaihi Wa Sallam tentang tanda akhir zaman,
إِمَارَةُ السُّفَهَاءِ، وَكَثْرَةُ الشُّرَطِ، وَبَيْعُ الْحُكْمِ، واسْتِخْفَافٌ بِالدَّمِ، وَقَطِيعَةُ الرَّحِمِ، وَنَشْوٌ يَتَّخِذُونَ الْقُرْآنَ مَزَامِيرَ، يُقَدِّمُونَ أَحَدُهُمْ لِيُغَنِّيَهُمْ وَإِنْ كَانَ أَقَلُّهُمْ فِقْهًا”.
“(1). Kepemimpinan orang-orang bodoh, (2). Banyaknya syuroth (penolong, pembela penguasa dalam kelaliman), (3). Jual-beli hukum, (4). Meremehkan (urusan) darah, (5). Memutuskan silaturrahim, (6). Jamaah (sekumpulan orang) yang menjadikan al-Qur`an seperti seruling, mereka mendahulukan (orang yang enak suaranya untuk membaca al-Qur`an) meskipun pemahamannya sangat kurang.” (HR. Imam Ahmad, Thabrani).
Abu Umamah Radhiyallahu anhu meriwayatkan bahwa Nabi Muhammad Shalallahu Alaihi Wa Sallam bersabda,
يَكُونُ فِي هَذِهِ اْلأُمَّةِ فِي آخِرِ الزَّمَانِ رِجَالٌ -أَوْ قَالَ: يَخْرُجُ رِجَالٌ مِنْ هَذِهِ اْلأُمَّةِ فِـي آخِرِ الزَّمَانِ- مَعَهُمْ أَسْيَاطٌ كَأَنَّهَا أَذْنَابُ الْبَقَرِ يَغْدُونَ فِي سَخَطِ اللهِ وَيَرُوحُونَ فِي غَضَبِهِ.
“Di akhir zaman, akan ada pada umat ini orang-orang -atau beliau bersabda, ‘Beberapa orang dari umat ini akan muncul di akhir zaman-, mereka membawa cambuk-cambuk bagaikan ekor sapi, mereka pergi di pagi hari dengan kemurkaan Allah dan pulang pada sore hari dengan kemarahan-Nya.” (HR. Ahmad)
Abu Hurairah Radiyallahu Anhu meriwayatkan,
وَعَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «يُوشِكُ إِنْ طَالَتْ بك مُدَّة أَن ترى أَقْوَامًا فِي أَيْدِيهِمْ مِثْلُ أَذْنَابِ الْبَقَرِ يَغْدُونَ فِي غَضَبِ اللَّهِ وَيَرُوحُونَ فِي سَخَطِ اللَّهِ» . وَفِي رِوَايَةٍ: «وَيَرُوحُونَ فِي لَعْنَةِ اللَّهِ» . رَوَاهُ مُسْلِمٌ
“Kelak, jika umurmu panjang, akan kamu lihat suatu kaum yang dalam tangannya terdapat ekor sapi (cemeti) yang pergi pagi hari mendapat kemurkaan Allah dan pada sore hari mendapat kemurkaan Allah.” Dalam riwayat lain, “Dan kembali mendapat laknat Allah.”
Jika menilik keadaan hari ini tentu kita bisa menyaksikan bahwa keadaan aparat penegak hukum kini sedang berjalan ke arah penggenapan nubuah Rasulullah Shalallahu Alaihi Wa Sallam dalam hadis-hadis tersebut.
Lihat bagaimana kasus KM 50, terlepas dari faktor pembelaan diri aparat, bagaimana kejanggalan banyak terjadi bahkan setelah semua korban dimatikan mereka masih dilabeli sebagai tersangka alias musuh negara tanpa bisa memberikan pembelaan. Dan uniknya para eksekutor pencabut nyawa 6 orang tersebut terbebas dari jerat hukum.
Bak Tsunami, gelombang masalah kepolisian berikutnya adalah kasus Sambo yang menjadi otak pembunuhan ajudannya sendiri. Tidak tanggung-tanggung kasus tersebut menyeret beberapa nama petinggi Kepolisian yang loyal kepada Sambo dengan membantu membelokkan fakta dan menghalangi penyelidikan supaya Sambo bebas dari jerat hukum. Belum selesai sampai di situ, ternyata Sambo disinyalir juga terlibat dalam Konsorsium Judi daring 303. Uniknya beberapa petinggi Kepolisian yang terlibat dalam kasus Sambo ini juga memiliki jejak dalam kasus KM 50, sehingga beberapa warganet mengaitkan terbongkarnya “kerajaan” Sambo di kepolisian adalah jawaban dari Mubahalah keluarga korban KM 50 dan juga HRS.
Selanjutnya adalah tragedi di stadion Kanjuruhan Malang yang menewaskan 130-an suporter. Terlepas dari apapun kesimpulan pihak aparat dan Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF), yang jelas mata publik terutama penonton yang hadir di stadion menyaksikan bahwa penembakan gas air mata kadaluwarsa dari aparat lah yang memicu tragedi berdarah itu terjadi.
Lalu yang terbaru tentu kasus Irjen Teddy Minahasa Kapolda Jawa Timur yang barusan dilantik namun akhirnya dinyatakan sebagai pengedar dan pemakai narkoba. Meskipun yang bersangkutan masih membantahnya, namun yang jelas keterlibatan oknum Polisi dalam bisnis narkoba sebenarnya bukan hal yang baru.
Koordinator Komisi Orang Hilang dan Korban Kekerasan (KontraS) Haris Azhar beberapa tahun yang lalu pernah mengungkap rahasia bisnis narkoba terpidana mati Freddy Budiman. Cerita itu ia dapatkan saat mengunjungi Freddy di Lapas Nusa Kambangan pada 2014 lalu. Lantas Haris membuka tabir gelap itu pada Kamis malam, atau sehari sebelum Freddy dieksekusi mati pada Jumat dini hari, 30 Juli 2016.
Kepada Haris, Freddy mengaku bukan bandar narkoba, melainkan operator penyelundupan skala besar. Bosnya ada di Cina. Setiap kali akan membawa barang masuk, dia lebih dulu menghubungi polisi, Badan Narkotika Nasional, serta Bea dan Cukai untuk kongkalikong.
Harga yang dititipkan itu beragam. Dari Rp 10 ribu hingga Rp 30 ribu. Freddy tak pernah menolak. Sebab dia tahu harga sebenarnya yang dikeluarkan pabrik hanya Rp 5.000 per butir. Dia bisa membagi puluhan miliar ke beberapa pejabat. Selama beberapa tahun bekerja sebagai penyelundup, ia terhitung menyetor Rp 450 miliar ke BNN dan Rp 90 miliar ke pejabat tertentu di Mabes Polri. Saking dekatnya Freddy dengan pejabat itu, ia bahkan pernah difasilitasi mobil TNI bintang dua dari Medan menuju Jakarta. Si jenderal duduk di sampingnya yang sedang menyetir mobil dengan kondisi di bagian belakang penuh narkoba.
Freddy kecewa karena pada akhirnya ia tetap ditangkap. Barang narkobanya disita. Anehnya, barang-barang itu malah beredar di pasaran. Ia mengetahui hal itu dari laporan jaringannya di lapangan. Freddy Budiman Setor 450 M Ke BNN
Melihat berbagai fakta di atas tentu membuat masyarakat bertanya-tanya sudah sedemikian bobrok kah Institusi Kepolisian kita. Selama ini gambaran polisi korup, melindungi para mafia kriminal, atau menjadi kaki tangan cukong hanya kita saksikan dalam tayangan film-film luar negeri belaka. Namun siapa sangka hal itu kian mendekati nyata di negara ini.
Tentu kita tidak boleh memukul rata bahwa semua aparat penegak hukum semuanya tidak baik. Mereka tetaplah manusia yang bisa salah. Dan kita yakin bahwa masih banyak anggota polisi baik di negeri ini yang masih kukuh memegang prinsip mengayomi dan mengabdi untuk negara dan masyarakat. Namun tidak bisa dipungkiri memang banyak yang harus dibenahi dari institusi tersebut agar kepercayaan publik kembali tinggi kepada mereka sehingga pengadilan jalanan tidak kian mendominasi.
Saatnya lah kepolisian bersih-bersih dan melakukan reformasi diri. Amputasi terhadap oknum-oknum jahat di dalam tubuh kepolisian yang dimulai dari penindakan tegas terhadap budaya rasuah dalam proses perekrutan anggota polisi adalah harga mati. Tidak mudah memang namun seiring berjalannya waktu dengan transparansi dan ketegasan dalam menegakkan keadilan hukum bagi semua kalangan tanpa pandang bulu termasuk dari kalangan anggota polisi sendiri dan para BuzzeRP yang selama ini kebal hukum, bisa jadi kepercayaan masyarakat akan naik kembali. Sehingga tidak akan lagi ada berseliweran tagar bertajuk “Percuma Lapor Polisi” atau “Percuma Ada Polisi” di media sosial yang bersumber dari kekecewaan masyarakat pada kinerja Polri. Sebab bagaimanapun juga negara ini membutuhkan peran Kepolisian untuk menjaga ketertiban masyarakat.
*Tinggal di Pasuruan
Sumber : https://hidayatullah.com/artikel/opini/read/2022/10/16/238369/kala-polisi-dalam-sorotan.html