Melawan Gerakan Normalisasi Kaum LGBT

 Melawan Gerakan Normalisasi Kaum LGBT

Oleh : Muhammad Syafii Kudo*

‘Stop Making Stupid People Famous’, sebuah jargon yang tidak asing di telinga para pemirsa dunia maya terutama YouTube. Jargon yang dipopulerkan oleh seorang Influencer yang punya jutaan pengikut di channel YouTube nya itu mendadak menjadi sorotan publik akibat blunder yang dilakukan oleh sang YouTuber. 

Setelah  mengundang pasangan homo lokal dan Jerman, sang Influencer itu mendapat banyak hujatan dan gelombang unsubscribe massal pada akun YouTube dan  Instagramnya. Dan inilah yang akhirnya membuat salah satu YouTuber terkaya di Indonesia itu meminta maaf dan memberikan klarifikasi. 

“Seperti biasa ketika gaduh di sosmed.. Saya minta maaf. Kebetulan masih dalam suasana bulan Ramadhan. Sejak awal saya bilang tidak mendukung kegiatan LGBT. Saya hanya melihat mereka sebagai manusia. Hanya membuka fakta bahwa mereka ada di sekitar kita dan saya PRIBADI merasa tidak berhak menjudge mereka. Mereka menyimpang, saya paham.. Dan saya tidak mendukung hal itu. Tapi fenomena itu nyata dan ada di sekitar kita... Itu yang saya bahas. Masalah kenapa saya undang mereka, kenapa judul nya gitu, dll kita bahas semua di video ini...Sekali lagi mohon maaf buat semua pihak yang terimbas akan hal ini termasuk mereka. I'm taking down the video. But I still believe they are human. Hope they will find a better way. Sorry for all.” Demikian permohonan maaf resmi yang dikeluarkan oleh  yang bersangkutan dalam salah satu akun sosial medianya.

Dan lagi-lagi, bukan netizen Indonesia jika tidak kritis, mata julid netizen tetap mempermasalahkan permintaan maaf tersebut karena dinilai masih ada unsur pembelaan diri di dalamnya. Menurut situs www.bobbibanks.com, kalimat “I am sorry but..” bukanlah termasuk di dalam kalimat permintaan maaf (Apology), karena masih ada unsur pembelaan diri di dalam kalimat semacam itu. 

Terlepas dari permintaan maaf dengan disertai penghapusan episode podcast bertajuk, ‘Tutorial jadi G4y di Indo’ tersebut, kasus ini membuktikan bahwasannya mayoritas masyarakat Indonesia ternyata masih ‘waras’ yang terbukti dengan masifnya berbagai penolakan dan kecaman kepada sesuatu yang berbau kampanye LGBT. 

Masyarakat Indonesia sebagai masyarakat beragama nyatanya masih menganggap bahwa LGBT adalah bagian dari Mental Disorder (MD)  alias gangguan jiwa. Hal ini juga sebagai bukti bahwa umat Islam Indonesia tidak mau didikte dan tidak sependapat dengan teks book Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorder (DSM) yang disusun oleh American Psychiatric Association (APA), yang menyatakan bahwa homoseksual bukan suatu gangguan mental atau kejiwaan.

Aktor Di Balik Kampanye LGBT dan Pandangan Islam

LGBT adalah kelompok manusia pengidap penyakit seks menyimpang (Gender Identity Disorder). Di akhir zaman yang bercirikan Liberalisme ini mereka secara terang-terangan menyebarkan ‘penyakit’ mereka ke seluruh elemen masyarakat melalui lobi-lobi politik dan sosial demi mendapatkan hak yang sama dengan orang-orang normal lainnya.

Sejak 1952 melalui DSM (Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorder), masyarakat dunia diberi kesimpulan bahwa homoseksual adalah gangguan sosio phatik. Gangguan tersebut tidak sesuai dengan norma sosial, sehingga merupakan perilaku yang abnormal.

Namun seiring waktu, DSM III menyatakan bahwa homoseksual bukanlah sebuah gangguan pada tahun 1973 di Amerika. Sedangkan WHO pada tahun 1992 menyatakan, homoseksual bukanlah suatu penyakit. Perubahan status itu adalah hasil kerja keras dan lobi militan para pegiat LGBT.

Menurut Sekjen Aliansi Cinta Keluarga (AILA), Rita Soebagio, M.Si. , lima dari tujuh orang tim task force DSM adalah homoseksual dan lesbian, sisanya adalah aktivis LGBT. American Psychiatric Association (APA) task force member terdiri dari Judith M Glassgold Psy. D sebagai ketua (Lesbian), Jack Dreschers MD (Homoseksual), A. Lee Beckstead Ph.D (Homoseksual), Beverly Grerne merupakan Lesbian, Robbin Lin Miler Ph.D (Bisexual), Roger L Worthington (Normal) tapi pernah mendapat “Catalist Award” dari LGBT Resource Centre, dan Clinton Anderson Ph.D (Homoseksual). (Homo dan Lesbi Pembuat Aturan LGBT)

Maka sangat wajar jika kini LGBT tidak dianggap lagi sebagai bagian dari gangguan sosio phatic dan penyimpangan, sebab yang merubahnya adalah para aktivis LGBT sendiri.

Bagaimana pandangan Islam? Bagi Islam yang halal itu jelas dan yang haram juga jelas. Meski seandainya seluruh dunia menetapkan sesuatu yang haram menjadi halal  sekalipun, maka dalam Islam hukum haram sesuatu itu tetaplah tidak berubah yakni haram.

Homo (Liwath) dan Lesbi dalam Islam sangat diharamkan. Seperti yang telah dijelaskan Al Qur’an.

وَلُوطًا إِذْ قَالَ لِقَوْمِهِ أَتَأْتُونَ الْفَاحِشَةَ مَا سَبَقَكُمْ بِهَا مِنْ أَحَدٍ مِنَ الْعَالَمِينَ ، إِنَّكُمْ لَتَأْتُونَ الرِّجَالَ شَهْوَةً مِنْ دُونِ النِّسَاءِ بَلْ أَنْتُمْ قَوْمٌ مُسْرِفُونَ

“Dan ingatlah Luth ketika berkata pada kaumnya: Apakah kalian melakukan al-fahisyah yang belum pernah dilakukan seorangpun di alam ini. Sungguh kalian mendatangi laki-laki bukan wanita dengan penuh syahwat. Sungguh kalian kaum yang melampaui batas.” (QS. Al-A’raf [7]: 81).

Sebagai penutup, penulis kutipkan isi sebuah buku yang diklaim penerbitnya sebagai buku pertama yang mengulas mengenai kaum Gay di Indonesia berdasarkan hasil pengamatan langsung dari penulisnya,

“Memang jarang homofil yang mau mengaku kepada masyarakat luas. Ada rasa takut bahwa dirinya akan mendapat tekanan sosial. Selain itu, masyarakat sering hanya melihat seorang homoseks semata-mata sebagai orang yang mempunyai kelainan seks ketimbang atribut lainnya. Tapi alasan yang utama adalah mereka sendiri menganggap tabu untuk menonjolkan sesuatu yang belum diterima sepenuhnya.

Pendapat ekstrem lain, bahwa homofil dianggap sebagai pembawa wabah homoseksualitas kepada pihak lain. Adanya asumsi seperti itu membuat laki-laki homofil lebih suka tutup mulut dan tidak mau membuka dirinya secara terang-terangan sebagai seorang homofil.

Sebenarnya, ada banyak hal yang bisa membuat homofil mengakui dirinya sebagai homoseks. Misalnya, praktek homo seksualitas yang tertangkap oleh petugas di tempat-tempat umum. Juga bila lingkungan bertoleransi dan memberikan dukungan atau reaksi positif.

Faktor-faktor itulah yang ikut mendorong terbentuknya masyarakat homofil. Selain membentuk masyarakat sendiri, mereka juga melakukan adaptasi dengan lingkungannya. Kecenderungan untuk mengaku kepada masyarakat sesama homofil ini dari waktu ke waktu terus meningkat. 

Bukti-bukti itu dapat dilihat bila kita kunjungi lokasi pertemuan kaum homofil. Di situ akan terlihat semakin banyak homofil yang berani tampil. Hal ini diakui oleh kaum homofil yang usianya di atas 40 tahun. Mereka mengatakan bahwa laki-laki homofil kini lebih berani tampil di masyarakat daripada 30 atau 20 tahun yang silam. 

Pada zaman mereka dulu, kehidupan homoseks tidaklah semeriah dan seaktif seperti sekarang. Kini, sejalan dengan perubahan zaman, telah banyak kemajuan yang dicapai. Misalnya, lokasi pertemuan semakin bertambah – termasuk adanya disko gay.” (Ary R.M, Gay : Dunia Ganjil Kaum Homofil, terbitan Pustaka Utama Grafiti Jakarta, 1987, halaman 48-49).

Buku yang ditulis pada era 80 an itu menyebutkan bahwa salah satu faktor yang mendorong kaum homo semakin berani menunjukkan eksistensi dirinya adalah, “...bila lingkungan bertoleransi dan memberikan dukungan atau reaksi positif.”

Dengan mengundang kaum homo ke dalam suatu acara, memberi panggung mereka untuk speak up  (angkat bicara) dengan berbagai dalih entah edukasi dll maka itu sama dengan memberi sebuah lingkungan yang toleran bagi mereka. Maka dari sinilah sangat wajar jika para Ulama dan umat menolak acara apapun yang berbau LGBT termasuk podcast dari sang YouTuber mualaf tersebut.

Perilaku lesbi, gay, biseksual, dan transgender (LGBT) akan menghilangkan proses regenerasi. Semua agama melarangnya karena bertentangan dengan fitrah manusia dan makhluk hidup yang saling berpasangan. Ketua Komisi Dakwah Majelis Ulama Indonesia KH Cholil Nafis jauh hari pernah mengatakan bahwa semua tradisi di Indonesia tak ada yang mengakui LGBT, dan celakanya akan merusak jati diri anak bangsa. 

"LGBT tidak mungkin memperbanyak karena tidak memiliki keturunan. Kita harus bisa melawan kampanye LGBT karena LGBT itu tidak bisa disahkan dari mana semua agama melarang. LGBT muncul ada dua karena penyakit dan proyek kampanye. Penyakit cenderung mereka lahir berbeda, tinggal obati kita bimbing. Kita lawan proyek kampanye LGBT, bagi orang kena LGBT tidak bisa keluar maka bimbing keluar LGBT, mereka itu sadar kelainan juga kok, kita bimbing dan rangkul," ujar KH. Cholil Nafis yang dikutip Republika.co.id, pada (29/1/18).

Lebih jauh lagi, pendapat serupa juga diungkapkan oleh Budayawan Betawi yang juga mantan Politisi kawakan dalam tulisannya,” Sosialisasi homoseksual jalan sukses ke arah zero population growth. Logikanya, bayi tidak ada yang muncul. Sedang yang dewasa cepat mati dimangsa AIDS." (Ridwan Saidi dalam Artikel berjudul: MAIN HOMO KAUM KHUNTSA. Dalam Panjimas, No. 546, XXIX: 1987). 

Ada adagium masyhur di Barat yang berbunyi , “God didn’t create Adam and Steve. He created Adam and Eve.” Tuhan tidak menciptakan Adam berpasangan dengan Steve. Dia menciptakan Adam berpasangan dengan Hawa. Jadi untuk para orang cerdas (Smart People), jangan pernah merubah tatanan kodrat semesta tersebut agar kemurkaan Allah kepada kaum Sodom tidak terjadi di bumi Pertiwi ini. Dan ingat, Stop Making Stupid People Famous. Wallahu A’lam bis Showab.

Dimuat Di : 

https://hidayatullah.com/artikel/opini/2022/05/12/229965/melawan-kampanye-normalisasi-kaum-lgbt.html


BACA JUGA

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama