Mengabadikan Kesementaraan Cara Nabawiyah dan Qur'aniyah
Oleh : Muhammad Syafii Kudo*
Temporary World |
Mau diakui atau tidak, di zaman serba digital ini kian banyak manusia yang mulai mencari cara untuk melampaui batasan diri dan zamannya. Kita dapati manusia berlomba-lomba menerobos batasan ilmu pengetahuan dan imajinasi lewat berbagai karya teknologi canggih mereka. Bahkan kini ada istilah Artificial Intelegence (AI) alias Kecerdasan Buatan yang semakin menambah kedigdayaan manusia sebagai makhluk berakal.
Berbagai inovasi yang dikebut dan tercipta begitu cepat bahkan dalam hitungan detik semakin memberi gambaran bahwa apapun hasil karya manusia di dunia ini selalu bersifat sementara alias tidak akan mencapai sebuah kebakuan (tetap abadi). Karena selalu diperbaharui dengan cepatnya. Artinya kondisi kesementaraan di tiap waktunya akan selalu diperbaharui menjadi kesementaraan selanjutnya.
Maka dari realitas kehidupan manusia inilah kemungkinan tercipta sebuah istilah yang jarang sekali direnungkan maknanya yakni sebuah ungkapan khas berbunyi, ‘mengabadikan momen’ yang sering kita dengar.
Di era sosial media dimana batasan geografis sudah kian terkikis, manusia semakin cenderung hobi membagikan apapun aktifitas mereka kepada khalayak umum. Bahkan terkadang masalah paling pribadi (Privacy) sekalipun. Apapun diunggah ke media sosial lintas platform agar bisa memuaskan syahwat narsistik mereka. Entah itu hanya sekedar untuk cari senang atau agar bisa menjadi viral. Hampir tidak ada lini kegiatan manusia yang kini tidak dishare ke publik di media sosial. Dari urusan sosial hingga urusan personal bahkan tidak jarang kebablasan sampai perkara yang paling pribadi (aib) sekalipun.
Unggahan berbagai kegiatan itu bisa berupa foto maupun video yang bisa disaksikan oleh banyak mata, diunduh, dibagi ulang bahkan dikomentari. Ini semua secara tidak langsung akan bermuara pada pemenuhan sebuah syahwat tersembunyi dari manusia yakni ingin dilihat dan dikenang secara abadi.
Marcus Aurelius, Kaisar Romawi, dalam bukunya yang berjudul Meditationes yang disusun dari tahun 161 hingga 180 M yang berisikan catatan pribadi serta gagasannya mengenai filsafat Stoisisme mengatakan, “Orang-orang yang sangat menginginkan dikenang sesudah mati lupa bahwa mereka yang akan mengenangnya pun akan mati juga. Dan begitu juga orang-orang sesudahnya lagi. Sampai kenangan tentang kita diteruskan dari satu orang ke yang lain bagaikan nyala lilin, akhirnya meredup dan padam.” -Marcus Aurelius (Meditations)
Seseorang memang akan dikenang oleh orang lain dengan apa yang ia tinggalkan setelah meninggalnya. Atau dengan kata lain karya dan kisah apa yang telah mereka buat selama hidupnya. Ada manusia yang dikenang abadi sebagai orang baik dan sebaliknya ada yang diingat sebagai orang jahat belaka.
Sebenarnya prasasti terkuat yang bisa mengingatkan seseorang kepada orang yang telah mendahuluinya bukanlah berupa candi dan bangunan lainnya belaka. Karena bangunan-bangunan itu hanyalah salah satu media pengingat yang jika kelak mengalami kehancuran maka cerita di dalamnya pun akan ikut terkubur.
Prasasti pengingat terkuat adalah apa yang tergores dalam hati dan otak manusia kepada mereka yang dikenangnya. Apa yang tergores tersebut, tidak lain adalah ilmu dan teladan yang baik yang mereka wariskan kepada orang-orang yang mengingatnya.
Rasulullah Shalallahu Alaihi Wa Sallam pernah bersabda,
عن أبي هريرة رضي الله عنه: أن النبي صلى الله عليه وسلم قال: إذَا مَاتَ الإِنْسَانُ انْقَطَعَ عَمَلُهُ إلاَّ مِنْ ثَلاَثَةِ: إِلاَّ مِنْ صَدَقَةٍ جَارِيَةٍ، أَوْ عِلْمٍ يُنْتَفَعُ بِهِ، أَوْ وَلَدٍ صَالِحٍ يَدْعُو لَهُ
Dari Abu Hurairah Radhiyallahu Anhu berkata: Rasulullah bersabda, "Apabila manusia itu meninggal dunia maka terputuslah segala amalnya kecuali tiga: yaitu sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat atau anak sholeh yang mendoakan kepadanya." (HR Muslim).
Dr. H. Abdul Majid Khon dalam bukunya "Hadis Tarbawi Hadis-Hadis Pendidikan", menjelaskan bahwa Rasulullah Shalallahu Alaihi Wa Sallam memberikan pelajaran tentang perlunya manusia mencari amal yang berkualitas, kekal dan bermanfaat baik selama di dunia maupun setelah meninggal dunia yang mana kualitas amal itu tidak terputus pahalanya meskipun dia telah meninggal dunia, selama amalnya masih dimanfaatkan oleh manusia.
Beliau menjelaskan bahwa saat manusia telah meninggal dunia maka terputuslah amalnya. Karena tidak bisa bekerja, tidak bisa beramal, tidak bisa berkarya, dan tidak bisa berbuat apa-apa. Jika pekerjaannya terputus konsekuensinya adalah upahnya juga terputus, dan honor (pahala) terputus. Kecuali anak adam itu memiliki tiga perkara yang tidak terputus baik pekerjaannya maupun upah atau pahalanya, yakni sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat serta anak yang saleh.
Kehidupan dunia yang merupakan kesementaraan memang tidak akan bisa diabadikan namun bagi orang beriman yang terdidik oleh kalamullah dan sunah Rasulullah Shalallahu Alaihi Wa Sallam, kesementaraan itu bisa diambil manfaatnya dan diabadikan untuk kehidupan yang abadi kelak (akhirat) yakni dengan cara beramal Sholeh. Sebab dunia adalah ladang akhirat. Imam Ghazali Rahimahullah menyatakan di dalam kitabnya Ihya' Ulumuddin,
الدنيا مزرعة الآخرة فكل ما خلق في الدنيا فيمكن أن يتزود منه للآخرة.
(إحياء علوم الدين ٢٩٣/٦)
“Dunia adalah ladang akhirat. Maka setiap yang diciptakan Allah di dunia, bisa untuk dijadikan bekal menuju akhirat”
Dengan memandang bahwa dunia adalah ladang akhirat maka orang-orang beriman akan berlomba-lomba untuk beramal saleh dengan berbagai cara terutama yang bisa menjadi rekening mereka kelak selama berada di alam barzakh dimana jasad mereka terkubur namun pahala tetap lancar tertransfer kepada mereka dari dunia.
Nabi Ibrahim Alaihi Salam pernah berdoa dengan redaksi doa,
رَبِّ هَبْ لِي حُكْماً وَأَلْحِقْنِي بِالصَّالِحِينَ (83) وَاجْعَلْ لِي لِسانَ صِدْقٍ فِي الْآخِرِينَ (84) وَاجْعَلْنِي مِنْ وَرَثَةِ جَنَّةِ النَّعِيمِ (85)
Al-Imam Ibnu Katsir ketika menafsirkan ayat tersebut berkata,
وَقَوْله : ” وَاجْعَلْ لِي لِسَان صِدْق فِي الْآخِرِينَ ” أَيْ وَاجْعَلْ لِي ذِكْرًا جَمِيلًا بَعْدِي أُذْكَرُ بِهِ وَيُقْتَدَى بِي فِي الْخَيْر
Maksud firman Allah ta’ala tentang doa Ibrahim ‘alaihissalam “Dan jadikanlah aku buah tutur yang baik bagi orang-orang (yang datang) kemudian.” Ialah : Jadikan bagiku penyebutan yang indah, yang aku diingat dengan kebaikan kemudian orang-orang mengikuti aku dalam kebaikan tersebut”. (Tafsir Ibnu Katsir : 1375).
Demikian pula Ikrimah berkata menerangkan maksud doa ini,
أنعم علي في الدنيا ببقاء الذكر الجميل بعدي ، وفي الآخرة بأن تجعلني من ورثة جنة النعيم .
“Anugerahkan kepadaku di dunia ini penyebutan yang baik setelah aku wafat, dan kelak di akhirat jadikanlah aku penghuni surga Naim”. (Tafsir Ibnu Katsir :1375).
Dan Allah SWT mengabulkan doa sang Khalilullah itu di dalam ayat Al Qur’an yang berbunyi,
عَلَيْهِ فِي الآَخِرِينَ * سَلَامٌ عَلَى إِبْرَاهِيمَ * كَذَلِكَ نَجْزِي المُحْسِنِينَ
“Kami abadikan untuk Ibrahim itu (pujian yang baik) di kalangan orang-orang yang datang kemudian, ‘(Yaitu) kesejahteraan dilimpahkan atas Ibrahim.’ Demikianlah Kami beri balasan kepada orang-orang yang berbuat baik.” (QS. Ash-Shaffat:108–110)
Dari gambaran ini kita bisa mengambil pelajaran bagaimana cara ‘mengabadikan kesementaraan' yang benar sesuai tuntunan Nabawi dan Qurani. Jika banyak manusia akhir zaman ‘mengabadikan kesementaraan' dalam momentum kehidupan duniawi mereka dalam bentuk dokumentasi foto dan video untuk konten belaka maka Islam mengajarkan lebih jauh dari hal remeh temeh semacam itu.
Islam mengajarkan agar manusia membuat dunia yang sementara ini menjadi abadi nilainya kelak di akhirat dengan memperbanyak amal saleh sesuai tuntunan hadis Nabi di atas dan memohon (berdoa) kepada Allah seperti yang dilakukan oleh Nabi Ibrahim Alaihi Salam. Karena tanpa berharap agar dikenang oleh manusia sekalipun jika Allah yang berkehendak untuk menjadikan orang tersebut sebagai buah tutur yang baik maka namanya akan abadi di hati dan sejarah manusia hingga habisnya kehidupan duniawi.
Inilah yang terjadi kepada para orang Soleh seperti para Ulama yang karena amal dan ilmunya (lewat karya kitab dan kader dakwah nya), para dermawan lewat shodaqoh dan wakaf nya dll. Karena Allah telah ridho kepada mereka maka seluruh semesta akan mengenang mereka secara abadi sebagai teladan yang baik.
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّ اللَّهَ تَبَارَكَ وَتَعَالَى إِذَا أَحَبَّ عَبْدًا نَادَى جِبْرِيلَ إِنَّ اللَّهَ قَدْ أَحَبَّ فُلَانًا فَأَحِبَّهُ فَيُحِبُّهُ جِبْرِيلُ ثُمَّ يُنَادِي جِبْرِيلُ فِي السَّمَاءِ إِنَّ اللَّهَ قَدْ أَحَبَّ فُلَانًا فَأَحِبُّوهُ فَيُحِبُّهُ أَهْلُ السَّمَاءِ وَيُوضَعُ لَهُ الْقَبُولُ فِي أَهْلِ الْأَرْضِ (رواه البخاري)
Dari Abu Hurairah Radhiyallahu Anhu berkata, "Bahwa Rasulullah Shalallahu Alaihi Wa Sallam bersabda: "Sesungguhnya Allah Ta'ala jika mencintai seseorang, maka Allah akan memanggil Jibril , '(wahai Jibril) Sesungguhnya Allah mencintai fulan maka cintailah dia, sehingga Jibril pun mencintainya. Kemudian Jibril memanggil seluruh penghuni langit seraya berseru, 'Sesungguhnya Allah mencintai si fulan maka cintailah dia, maka penghuni langit pun mencintainya, sehingga orang tersebut diterima oleh penduduk bumi." (HR. Al-Bukhari)
Hadis inilah alasan mengapa banyak para Ulama dan Sholihin yang hingga kini tetap dikenang baik oleh manusia setelahnya. Bahkan makamnya masih terus diziarahi, haulnya dihadiri ribuan orang guna mendengarkan kisah keteladanan mereka saat masih hidup dan juga karya-karya kitabnya tetap dibaca dan diamalkan oleh manusia yang datang setelahnya meski semasa hidupnya tidak pernah mengunggah berjuta foto dan video ke sosial media demi tujuan agar dikenal apatah lagi demi viral.
Maka demi meneladani para salaf sholeh, sebaiknya mulai detik ini mari kita ubah mindset, daripada berlomba ‘mengabadikan (momen) kesementaraan’ lebih baik kita pergiat beramal saleh untuk menjadikan dunia yang sementara ini sebagai ladang akhirat yang produktif bagi kehidupan abadi kelak.
Wallahu A’lam Bis Showab.
*Murid Kulliyah Dirosah Islamiyah Pandaan Pasuruan
Dimuat Di :
BACA JUGA
Kategori:
Dunia Hanya Sementara
Dunia Ladang Akhirat
Mengabadikan Kesementaraan
opini
Ordinary World
Temporary World
World Is Temporary
zuhud