Kisah Sebuah TOA

*CHINA KAFIR & TOA PESANTREN*

Oleh : KH. Luthfi Bashori*

Dulu, di rumah kami yang saat ini menjadi pondok (Pesantren Ilmu Alquran, Singosari), terdapat beberapa tetangga dari kalangan etnis China.

Waktu masih kecil, seringkali bersama kakak dan adik, saya bermain ke rumah tetangga yang China tersebut. Diantara nama yang saya ingat adalah Nya Swie, Yok/Wan Bie, Nya Seger. Sekarang mereka sudah pada meninggal dunia.

Di tempat Nya Swie, dulu kami sering beli sembako, karena dia jual peracangan. Sering juga kami diberi permen kalau habis belanja. Dia punya anjing, tapi diikat di dalam rumahnya.

Di rumah Yok/Wan Bie, yaitu tetangga 'dempet' rumah atau satu tembok dengan rumah kami. Orangnya cukup kaya, produksi dan jualan es lilin (es mambo) dan jual jamu, saat itu kami sering beli gula batu untuk iseng ngemil sebagai jajanan di masa lampau.

Di rumah Yok/Wan Bie ini ada TV (masih layar hitam - putih), kami dipersilahkan ikut nonton TV bersama keluarganya. Sedangkan rumahnya Nya Seger itu, selisih empat rumah dari tempat kami, halamannya sangat luas, jadi cukup enak untuk tempat bermain khas jaman dahulu. 

Ada juga pohon mangga, dan kami diperbolehkan minta buahnya serta bermain-main di halaman rumahnya, seperti loncat tinggi dengan karet gelang, bik thor, kasti, dan lain sebagainya.

Pada saat usia saya menginjak remaja, mulailah rumah keluarga kami beralih fungsi menjadi sebuah pesantren walaupun belum diberi nama.

Setiap hari ayah kami, KH. Bashori Alwi membunyikan kaset lagu Qira'atul Quran lewat pengeras suara mimbran (toa) dengan 4 arah (barat, timur, utara dan selatan), yang diletakkan di tempat yang paling tinggi di tempat kami.

Suara Qira'atul Quran itu dibuka setiap hari, yaitu menjelang adzan Subuh dan menjelang adzan Magrib, dengan suara kencang, dan bacaan Qari' yang bergantian, terkadang suara Syekh Siddiq Almunsyawi, Syekh Abdul Bashith, Syekh Mahmud Alhushari, dan beberapa Qari' Mesir lainnya yang diidolakan oleh ayah saat itu.

Suatu saat, amplifier milik ayah kebetulan error dan harus dibawa ke tukang reparasi untuk beberapa hari. 

Di sela-sela itu, ternyata para tetangga kami yang China ini, pada datang ke rumah, dan menanyakan kepada ayah, mengapa Qira'atul Qurannya kok beberapa hari ini distop ?

Karena selama distop itu berakibat negatif, mereka jadi telat bangun pagi gara-gara tidak mendengar suara Qira'atul Quran lewat mimbran (toa).

Bahkan mereka mengutarakan banyak-banyak berterima kasih kepada ayah kami, karena telah sudi membantu para tetangganya, agar selalu bangun pagi untuk persiapan mereka akan bekerja.

Berkah mimbran (toa) pesantren itu, ternyata sangat bermanfaat bagi tetangga kanan kiri, dan tidak ada yang merasa terganggu.

* Dikutip Dari Catatan Ringan Beliau


BACA JUGA

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama