Sejarah 25 Desember dan Toleransi Beragama Yang Tepat
Oleh : Muhammad Syafii Kudo*
Sol Invictus |
Belakangan ini di beberapa platform media sosial terutama Twitter ramai berseliweran tagar yang mengangkat isu toleransi menjelang tanggal 25 Desember. Terpantau oleh penulis beberapa pekan ini ada tagar yang mengajak untuk mengucapkan selamat hari raya bagi non Muslim dengan menyertakan potongan video seorang tokoh Islam yang selama ini dikenal sebagai sosok yang fatwanya sering dijadikan rujukan oleh kebanyakan tokoh-tokoh Liberal di negeri ini.
Bahkan Akmal Sjafril, tokoh Indonesia Tanpa JIL (ITJ) ketika mengomentari tokoh tersebut berkata bahwa dalam catatannya selama ini si tokoh tersebut setidaknya bermasalah dalam tiga isu, yakni perkara natal, hijab, dan syiah. Dan menurutnya isu natal inilah yang paling memalukan argumentasinya. (Cuitan Twitter Akmal Sjafril 14 Desember 2021 pukul 09.46 AM)
Tokoh panutan kaum Liberal yang memiliki karya berupa kitab Tafsir Al Qur’an itu menyatakan dalam sebuah wawancara bahwa Al Masih sendiri lah yang memulai ucapan selamat hari kelahiran bagi dirinya yang diabadikan di dalam Al Qur’an yang berbunyi, “
وَالسَّلامُ عَلَيَّ يَوْمَ وُلِدْتُ وَيَوْمَ أَمُوتُ وَيَوْمَ أُبْعَثُ حَيًّا
“Dan keselamatan semoga dilimpahkan kepadaku (Isa alaihissalam), pada hari aku dilahirkan, pada hari aku meninggal dan pada hari aku dibangkitkan hidup kembali” (QS. Maryam: 33). (Natal Dalam Qur'an)
Lantas benarkah ayat tersebut adalah justifikasi bolehnya umat Islam mengucapkan selamat natal kepada umat Nasrani. Sebelum melangkah lebih jauh alangkah bijaknya kita simak dahulu beberapa pendapat para pakar tafsir mengenai ayat tersebut.
Imam Ath Thabari ketika menjelaskan ayat tersebut berkata, “Maksud salam dalam ayat ini adalah keamanan dari Allah terhadap gangguan setan dan tentaranya pada hari beliau (Nabi Isa) dilahirkan yang hal ini tidak didapatkan orang lain selain beliau. Juga keselamatan dari celaan terhadapnya selama hidupnya. Juga keselamatan dari rasa sakit ketika menghadapi kematian. Juga keselamatan dari kepanikan dan kebingungan ketika dibangkitkan pada hari kiamat sementara orang-orang lain mengalami hal tersebut ketika melihat keadaan yang mengerikan pada hari itu” (Jami’ul Bayan Fi Ta’wilil Qur’an, 18/193).
Al Qurthubi menjelaskan, “[Dan keselamatan semoga dilimpahkan kepadaku] maksudnya keselamatan dari Allah kepadaku -Isa-. [pada hari aku dilahirkan] yaitu ketika di dunia (dari gangguan setan, ini pendapat sebagian ulama, sebagaimana di surat Al Imran). [pada hari aku meninggal] maksudnya di alam kubur. [dan pada hari aku dibangkitkan hidup kembali] maksudnya di akhirat. karena beliau pasti akan melewati tiga fase ini, yaitu hidup di dunia, mati di alam kubur, lalu dibangkitkan lagi menuju akhirat. Dan Allah memberikan keselamatan kepada beliau di semua fase ini, demikian yang dikemukakan oleh Al Kalbi” (Al Jami Li Ahkamil Qur’an, 11/105).
Dalam Tafsir Al Jalalain (1/399) disebutkan: “[Dan keselamatan] dari Allah [semoga dilimpahkan kepadaku, pada hari aku dilahirkan, pada hari aku meninggal dan pada hari aku dibangkitkan hidup kembali]”.
Kemudian menurut Al Baghawi, “[Dan keselamatan semoga dilimpahkan kepadaku, pada hari aku dilahirkan] maksudnya keselamatan dari gangguan setan ketika beliau lahir. [pada hari aku meninggal] maksudnya keselamatan dari syirik ketika beliau wafat. [dan pada hari aku dibangkitkan hidup kembali] yaitu keselamatan dari rasa panik” (Ma’alimut Tanzil Fi Tafsiril Qur’an, 5/231).
Sedangkan As Sa’di menjelaskan ayat tersebut dengan redaksi, “Maksudnya, atas karunia dan kemuliaan Rabb-nya, beliau dilimpahkan keselamatan pada hari dilahirkan, pada hari diwafatkan, pada hari dibangkitkan dari kejelekan, dari gangguan setan dan dari dosa.
Ini berkonsekuensi beliau juga selamat dari kepanikan menghadapi kematian, selamat dari sumber kemaksiatan, dan beliau termasuk dalam daarus salam. Ini adalah mukjizat yang agung dan bukti yang jelas bahwa beliau adalah Rasul Allah, hamba Allah yang sejati” (Taisir Kariimirrahman, 1/492).
Menurut Ibnu Katsir ayat ini menjelaskan bahwa, “Dalam ayat ini ada penetapan ubuddiyah Isa Alaihis Salam kepada Allah, yaitu bahwa ia adalah makhluk Allah yang hidup dan bisa mati dan beliau juga akan dibangkitkan kelak sebagaimana makhluk yang lain. Namun Allah memberikan keselamatan kepada beliau pada kondisi-kondisi tadi (dihidupkan, dimatikan, dibangkitkan) yang merupakan kondisi-kondisi paling sulit bagi para hamba. Semoga keselamatan senantiasa terlimpah kepada beliau” (Tafsir Al Qur’an Al Azhim, 5-230).
Para ulama sendiri menafsirkan kalimat (السَّلامُ) pada surat Maryam ayat 33 itu bermakna ‘keselamatan dari Allah‘, bukan bermakna ucapan selamat. Seandainya pun kita terima bahwa (السَّلامُ) di sini maknanya adalah ucapan selamat, lalu kepada siapa ucapan selamat itu layak ditujukan? Ayat yang menyebutkan السَّلامُ عَلَيَّ ‘ (Keselamatan kepadaku)’, berarti ucapan selamat seharusnya kepada Nabi Isa ‘alaihissalam. Bukan kepada orang Nasrani.
Dan andai kita ingin mendoakan keselamatan kepada Nabi Isa ‘alaihissalam, maka waktunya luas, bisa kapan saja dan di mana saja tanpa harus dikhususkan pada perayaan Natal dan di depan orang Nasrani. (Dalil Ucapan Natal)
Ayat ke 34 dan 35 dari surat Maryam adalah penjelas yang menyatakan bahwa Isa adalah putra Maryam bukan anak Tuhan karena Maha suci Allah dari hal yang demikian.
Setelah pendapat bahwa Nabi Isa Alaihis Salam adalah orang pertama yang mengucapkan selamat Natal dan ada di dalam Al Qur’an terbantahkan, isykal berikutnya adalah benarkah tanggal 25 adalah hari kelahiran Isa Alaihis Salam.
Kata Natal berasal dari bahasa Latin yang bermakna lahir. Sedangkan secara istilah, natal berarti upacara yang dilakukan oleh orang Kristen untuk memperingati hari kelahiran Isa Al masih yang mereka pertuhankan dengan nama Yesus.
Peringatan hari kelahiran “Anak Tuhan” pada tanggal 25 Desember ini baru dicetuskan sekitar tahun 325 – 354 M oleh Paus Liberius yang sekaligus menjadi momentum penyembahan terhadap Dewa Matahari yang terkadang juga diperingati pada tanggal 18 Oktober, 28 April, 18 Mei dan juga pada 6 Januari. Dan dengan berbagai alasan prestisius akhirnya perayaan kelahiran Yesus (Natal) tersebut ditetapkan pada tanggal 25 Desember oleh Kaisar Konstantin sang penguasa Romawi yang kala itu baru saja memeluk agama Katholik.
Namun kapankah sebenarnya “Anak Tuhan” itu lahir hingga kini masih menjadi ajang perdebatan yang panjang di antara kaum Kristen sendiri. Untuk menelusuri “Akte Kelahiran” Yesus, ada baiknya kita mulai melacaknya dari Bible terlebih dahulu. Dalam Bible setidaknya ada 2 versi terkuat mengenai waktu kelahiran Yesus.
Kelahiran Yesus menurut Injil Lukas pasal 2 ayat 1-8 adalah : Saat itu Kaisar Agustus mengeluarkan suatu perintah, menyuruh mendaftarkan (sensus ) semua orang di seluruh dunia. Inilah sebuah pendaftaran yang kali pertama diadakan sewaktu Kirenius menjadi wali negeri di Siria. Maka pergilah semua orang mendaftarkan diri di kotanya masing-masing.
Demikian juga Yusuf yang pergi dari kota Nazaret di Galilea ke Yudea, ke kota Daud yang bernama Betlehem, karena ia berasal dari keluarga dan keturunan Daud agar didaftarkan bersama-sama dengan Maria, tunangannya yang sedang mengandung. Ketika mereka di tempat itu tibalah waktunya bagi Maria untuk bersalin, dan ia melahirkan seorang anak lelaki, anaknya yang sulung, lalu dibungkusnya dengan lampin dan dibaringkannya di dalam palungan, karena tidak ada tempat bagi mereka di rumah penginapan. Di daerah itu ada gembala-gembala yang tinggal di padang (rumput) menjaga kawanan ternak mereka pada waktu malam.
Jadi menurut Bibel, Yesus lahir pada masa kekuasaan Kaisar Agustus yang kala itu sedang menyelenggarakan sebuah sensus penduduk pada 7 M yang dalam penanggalan Romawi berarti tahun 579. Kala itu Maria yang sedang mengandung besar berangkat bersama tunangannya yang bernama Yusuf.
Dan ketika tiba di Betlehem, Yesus lahir. Kemudian sang ibu membungkusnya dengan kain lampin dan membaringkannya dalam palungan yang merupakan tempat makanan sapi atau domba yang terbuat dari kayu. Dan peristiwa ini berlangsung pada malam hari kala para gembala sedang menjaga kawanan ternak mereka di padang rumput.
Sedangkan menurut Injil Matius 2 : 1, 10, 11 kelahiran Yesus digambarkan sebagai berikut : Sesudah Yesus dilahirkan di Betlehem di tanah Yudea pada zaman Herodus, datanglah orang-orang Majusi dari timur ke Yerussalem. Ketika mereka melihat bintang (Bintang Betlehem), sangat bersuka citalah mereka. Maka masuklah mereka ke dalam rumah itu dan melihat anak itu bersama Maria, ibunya.
Jadi menurut Matius , Yesus lahir pada masa pemerintahan Raja Herodus yang dijuluki Herodus Agung yang memerintah tahun 37 SM- 4 M ( 749 Romawi ), yang ditandai dengan bintang-bintang yang terlihat oleh orang-orang Majusi (Penyembah Api) dari Timur .
Bukankah cukup gamblang pertentangan tentang kelahiran Yesus dalam dua Injil tersebut (Injil Lukas 2 : 1-8 dan Injil Matius 2 : 1, 10, 11). Dan keduanya menentang dengan keras bahwa Yesus dilahirkan pada tanggal 25 Desember. Dengan logika yang kuat, kita dapat menyimpulkan bahwa penggambaran kelahiran Yesus yang ditandai dengan munculnya bintang-bintang terang (termasuk Bintang Betlehem), juga dengan pengkisahan adanya kawanan domba yang dilepas bebas di padang rumput oleh para penggembala pada malam hari yang beratapkan langit dengan bintang-gemintang yang cemerlang adalah bukti kuat bahwa Yesus tidak lahir pada 25 Desember.
Karena 25 Desember adalah musim dingin dan suhu udara di kawasan Palestina (mencakup Betlehem dan Yerusalem) pada bulan Desember sangat rendah sehingga salju merupakan suatu hal yang tidak mustahil turun pada saat seperti itu.
Hal ini senada dengan pendapat Uskup Barns dalam buku Rise Of Christianity yang mengatakan: “Kepercayaan bahwa 25 Desember adalah hari lahir Yesus yang pasti tidak ada buktinya. Kalau kita percaya cerita Lukas tentang hari lahir itu dimana gembala-gembala waktu malam menjaga di padang rumput dekat Betlehem, maka hari lahir Yesus tentu tidak di musim dingin di saat suhu di negeri pegunungan Yudea amat rendah sekali sehingga salju merupakan hal yang tidak mustahil (terjadi). Setelah terjadi banyak perbantahan tampaknya hari lahir tersebut diterima penetapannya kira-kira tahun 3000 Masehi”.
Secara logika memang menjadi sebuah kemustahilan jika pada saat musim dingin apalagi saat bersalju –seperti suasana Natal dalam gambaran film- film Hollywood (Barat) maupun dalam ceritera kaum Kristen Barat- ada sekumpulan penggembala yang melepaskan kawanan dombanya pada malam hari di musim dingin bersalju. Mungkinkah domba-domba tersebut dapat memakan rerumputan yang telah tertutupi salju ? Dan mungkinkah pula bintang-gemintang (termasuk Bintang Betlehem) yang terang akan nampak di saat salju turun di malam hari tersebut ?
Di dalam Al Qur’an juga disebutkan bahwa Yesus tidak lahir pada saat musim dingin, Allah SWT berfirman, “Maka rasa sakit akan melahirkan anak memaksa ia (Maryam / Maria) bersandar pada pangkal pohon kurma, ia berkata : “Aduhai, alangkah baiknya aku mati sebelum ini dan aku menjadi sesuatu yang tidak berarti, lagi dilupakan.”. Maka Jibril menyerunya dari tempat yang rendah : “Janganlah kamu bersedih hati, sesungguhnya Tuhanmu telah menjadikan anak sungai di bawahmu (untuk minum). Dan goyanglah pangkal pohon kurma itu ke arahmu, niscaya pohon itu akan menggugurkan buah kurma yang masak kepadamu.” (QS. Maryam : 23-25).
Jadi menurut Al Qur’an, Yesus dilahirkan pada musim panas kala pepohonan kurma berbuah dengan lebatnya. Dalam buku Commentary on The Bible – dan dikutip oleh Soleh A. Nahdi dalam buku Bible dalam timbangan (hal. 23), Dr. Arthur S. Peak -seorang sarjana Kristen- menyatakan bahwa Yesus lahir dalam bulan Elul (bulan Yahudi), bersamaan dengan bulan Agustus-September.
Bahkan ada sebuah pernyataan dari seorang Astronom Australia yang bernama David Reneke yang menyatakan bahwa Yesus tidak lahir pada tanggal 25 Desember seperti yang dirayakan oleh kaum Kristiani sejak berabad-abad lampau. Seperti dilansir oleh Telegraph, Reneke mengungkapkan bahwa jika ditilik dari peristiwa ‘bintang terang natal’ di Betlehem 2000 tahun silam, seharusnya Natal jatuh pada tanggal 17 Juni.
Bintang terang Natal itulah yang dikisahkan dalam tradisi Kristiani menuntun tiga orang Majusi pada bayi Yesus Kristus untuk mempersembahkan, mur emas, dan kemenyan. Penelitian yang dilakukan oleh para astronom mengasumsikan, bintang terang natal atau lebih masyhur disebut bintang Betlehem yang terlihat di langit, merupakan kombinasi planet Venus dan Jupiter. Kala itu, kedua planet tersebut berada pada posisi terdekat dan menjadikannya lebih bersinar terang dari biasanya.
Reneke yang menggunakan sebuah program komputer yang sangat kompleks dan rumit untuk memastikan posisi langit pada malam kelahiran Yesus di Betlehem 2000 tahun silam tersebut menilai bahwa kondisi astronomi di malam kelahiran Yesus memang sangat spektakuler dalam bidang astronomi. Astronom yang juga seorang pengajar ilmu astronomi dan editor majalah Sky and Space itu memang memiliki software yang dapat memetakan ulang kondisi langit malam hari di setiap waktu hingga beberapa ribu tahun silam dan termasuk menggunakannya untuk melihat kembali ke waktu kelahiran Yesus.
Dia juga mengungkapkan bahwa Venus dan Jupiter berada sangat dekat di sekira tahun dua sebelum masehi. Kondisi demikianlah yang menghadirkan ‘bintang Betlehem’ menjadi terlihat sangat terang. Selain pengamatan astronomi, Reneke beserta timnya juga melakukan penelusuran menggunakan Injil Matius. Kisah kelahiran Yesus menurut Injil Matius dijadikan sebagai referensi untuk mengetahui peristiwa Natal. Nah, jika penelitian itu dapat dipertanggungjawabkan, maka dengan demikian Yesus berzodiak Gemini, dan bukan Capricornus seperti yang selama ini diyakini. (Yesus Lahir Juni?).
Asal-Usul Perayaan Natal 25 Desember
Yesus dan Bible sebenarnya tidak pernah memberikan contoh maupun memerintahkan pada muridnya untuk menyelenggarakan peringatan hari kelahirannya. Perayaaan Natal baru masuk dalam Khazanah ajaran Kristen Katolik pada abad ke- 4 M yang semula berasal dari upacara adat masyarakat penyembah berhala (Pagan).
Sebagaimana diketahui bahwa pada abad ke-1 hingga 4 Masehi dunia ini masih di bawah ketiak Imperium Romawi yang Paganis Politheisme alias penyembah berhala dan percaya pada banyak Tuhan atau dewa.
Saat Konstantin dan rakyat Romawi menjadi penganut Katolik, mereka tidak mampu begitu saja membuang adat dan budaya Pagannya, terutama terhadap pesta rakyat untuk memperingati hari Sunday (Hari Matahari) yang merupakan hari kelahiran Dewa Matahari yang jatuh pada tanggal 25 Desember.
Dan sebagai upaya agar agama Katholik dapat diterima dengan mudah dalam kehidupan masyarakat Romawi, maka diproyeksikanlah sebuah Sinkretisme (perpaduan agama-budaya/ dengan tradisi penyembahan berhala) secara bertahap dengan cara mengawinkan perayaan kelahiran Sun Of God (Dewa Matahari) dengan Son Of God (Anak Tuhan / Yesus).
Dan pada Konsili Nicea tahun 325, Konstantin memutuskan tanggal 25 Desember sebagai hari kelahiran Yesus. Dan juga 3 keputusan lain seperti ditetapkannya hari Minggu (Sunday = Hari Matahari) sebagai hari suci umat Kristen menggantikan hari Sabath yang diagungkan bangsa Yahudi yang jatuh pada hari Sabtu. Kemudian ditetapkan pula lambang Dewa Matahari yang berupa sinar bersilang sebagai lambang Kristen (Salib). Dan yang terakhir adalah dibuatnya patung-patung Yesus untuk menggantikan patung Dewa Matahari. Inilah proses sinkretisme agama yang dianggap paling berhasil di jagad ini.
Demikianlah asal mula Natal yang dilestarikan oleh kaum Kristen hingga saat ini yang jika ditelusuri secara seksama ternyata mengadopsi atau diadopsikan dari kepercayaan Paganis bangsa Babilonia kuno di bawah kekuasaan raja Nimrod (Namrud).
Dalam buku The Plain Truth About Christmas, Worldwide Church of God terbitan California USA pada tahun 1994, H.W. Armstrong menjelaskan :
Namrud cucu Ham, anak Nabi Nuh adalah pendiri sistem kehidupan masyarakat Babilonia kuno. Nama Nimrod dalam bahasa Hebrew (Ibrani) berasal dari kata “Marad” yang berarti, “Dia membangkang atau murtad yang antara lain dibuktikan dengan keberaniannya mengawini ibu kandungnya sendiri yang bernama “Semiramis”.
Namun usia Namrud tak sepanjang ibu yang sekaligus istrinya. Maka setelah Namrud mati, Semiramis menyebarkan ajaran bahwa roh Namrud tetap hidup selamanya walaupun jasadnya telah mati. Maka dibuatlah olehnya perumpamaan pohon “Evergreen” yang tumbuh dari sebatang kayu mati.
Maka untuk memperingati kelahirannya dinyatakan bahwa Namrud selalu hadir di pohon Evergreen dan meninggalkan bingkisan yang digantungkan di ranting-ranting pohon itu. Sedangkan kelahiran Namrud dinyatakan pada tanggal 25 Desember. Inilah asal usul pohon Natal.
Lebih lanjut Semiramis dianggap sebagai “Ratu Langit” oleh rakyat Babilonia, kemudian Namrud dipuja sebagai “Anak Suci Dari Surga”. Seiring perkembangan zaman, para penyembah berhala ini berubah menjadi “Mesiah palsu” berupa dewa “Ba’al” yang merupakan anak Dewa Matahari dengan obyek penyembahan “Ibu dan Anak” (Semiramis dan Namrud) yang lahir kembali. Ajaran ini juga menyebar ke berbagai negara seperti di Mesir yang berupa penyembahan kepada “Isis dan Osiris”, di Asia bernama “Cybele dan Deoius”. Di Roma disebut Fortuna dan Yupiter. Di Meksiko terhadap Dewa Madonna.
Dan berikut nama- nama dewa yang dimitoskan lahir pada 25 Desember yang juga dilahirkan oleh gadis perawan (tanpa ayah) yang juga mengalami kematian (disalib) dan juga diyakini sebagai Sang Juru Selamat (Penebus Dosa):
1. Dewa Mithras (Mitra) di Iran, yang juga diyakini dilahirkan dalam sebuah gua dan punya 12 orang murid seperti Yesus. Dia juga diyakini sebagai sang juru selamat karena ia pun mengalami kematian dan sempat dikubur namun bangkit kembali. Kaisar Konstantin termasuk pengagum dan penganut kepercayaan ini.
2. Apollo yang terkenal memiliki 12 jasa dan menguasai 12 bintang dan planet
3. Hercules yang terkenal sebagai pahlawan perang tanpa tanding
4. Ba’al yang disembah orang-orang Israel adalah dewa penduduk asli tanah Kan’an yang terkenal sebagai dewa kesuburan
5. Dewa Ra yang disembah orang-orang Mesir kuno
Hal ini membuktikan bahwa konsep Tuhan yang dilahirkan oleh seorang perawan pada 25 Desember yang kemudian disalib lantas dibangkitkan kembali ternyata telah hidup (ada) semenjak zaman purba silam. Konsep (dogma)bahwa Yesus adalah anak Tuhan dan bahwa Tuhan memiliki 3 pribadi dengan amat mudahnya diterima oleh kalangan masyarakat Romawi kala itu karena mereka telah menganut konsep itu jauh sebelumnya. Mereka tinggal mengganti nama-nama dewa mereka menjadi Yesus.
Fakta ini bukanlah isapan jempol belaka. Karena sang pendiri agama Kristen (bukan Nasrani) yaitu Paulus (Saint Paul) juga telah mengakui kebohongannya dari lisannya sendiri kepada Jemaatnya di Roma, “Tetapi jika kebesaran Allah oleh dustaku semakin melimpah bagi kemuliaannya, mengapa aku masih dihakimi lagi sebagai orang berdosa?” (Roma 3 : 7).
Tentang kemungkinan munculnya Nabi palsu yang akan menyesatkan umatnya kelak dengan kedustaan-kedustaan ajarannya, Yesus telah berkata : Jawab Yesus kepada mereka, “Waspadalah supaya jangan ada orang yang menyesatkan kamu! Sebab banyak orang akan datang dengan memakai namaku dan berkatalah Akulah Mesias, dan mereka akan menyesatkan banyak orang.” (Matius 24 : 4-5).
Penolakan terhadap perayaan Natal
Catolic Encyclopedia edisi 1911 tentang Christmas : “Natal bukanlah upacara gereja pertama…melainkan ia diyakini berasal dari Mesir, perayaan yang diselenggarakan oleh para penyembah berhala dan jatuh pada bulan Januari, kemudian dijadikan hari kelahiran Yesus.”
Masih dalam buku yang sama tentang “Natal Day” dinyatakan sebagai berikut :
“Di dalam kitab suci tidak ada seorangpun yang mengadakan upacara atau menyelenggarakan perayaan untuk merayakan hari kelahiran Yesus. Hanyalah orang-orang Kafir saja (seperti Fir’aun dan Herodes) yang berpesta-pora merayakan hari kelahirannya ke dunia ini.”
Encyclopedia Britanica edisi 1946 menyatakan :
“Natal bukanlah upacara gereja abad pertama, Yesus dan para muridnya tidak pernah menyelenggarakannya, dan Bibel juga tidak pernah menganjurkannya. Upacara ini diambil oleh gereja dari kepercayaan Kafir penyembah berhala.” (Perayaan Natal 25 Desember Antara Dogma dan Toleransi, Irena Handono, Penerbit Bima Rodheta, hal 27-35).
Dari paparan data tersebut menjadi absurd manakala ada tokoh Islam yang menganjurkan umat Islam untuk mengucapkan selamat hari kelahiran Al Masih pada 25 Desember. Sedangkan tanggal 25 Desember itu sendiri masih diselimuti kabut perdebatan yang tebal bahkan di kalangan cendekiawan Kristen sendiri.
Artinya isykal demi isykal kian banyak dalam masalah ini. Selain bermasalah secara akidah ternyata secara fakta historis pun perayaan 25 Desember sangat kontroversial adanya. Lantas untuk apa umat Islam dipaksakan larut dalam proyek toleransi kebablasan tersebut.
Sayyidina Umar bin Khathab Radhiyallahu’anhu mengatakan,
أَعْدَاءَ اللَّهِ ؛ الْيَهُودَ , وَالنَّصَارَى ، فِي عِيدِهِمْ يَوْمَ جَمْعِهِمْ , فَإِنَّ السَّخَطَ يَنْزِلُ عَلَيْهِمْ , فَأَخْشَى أَنْ يُصِيبَكُمْ
“Jauhilah perayaan-perayaan kaum musuh Allah yaitu Yahudi dan Nasrani. Karena kemurkaan Allah turun atas mereka ketika itu, maka aku khawatir kemurkaan tersebut akan menimpa kalian” (HR. Al Baihaqi dalam Syu’abul Iman, sanadnya hasan).
Allah SWT mengingatkan di dalam Al Qur’an,
“Dan janganlah kamu campur adukkan yang haq dengan yang bathil, dan jangan kamu sembunyikan yang haq itu, sedangkan kamu mengetahuinya.” (QS. Al Baqoroh [2] : 42).
Islam adalah agama paling toleran di dunia ini. Namun toleransi itu ada pagar pembatasnya. Ahlussunah Wal Jamaah Indonesia adalah umat yang tawasuth bukan moderat dalam kacamata Barat dan Liberalis Nusantara karena ada beda yang signifikan diantaranya kedua term tersebut.
Jadi dalam menyikapi 25 Desember ini, bentuk toleransi kita adalah toleransi muamalah sosial bukan toleransi akidah. Meminjam istilah Sir Muhammad Iqbal, “Toleransi yang benar timbul karena keluasan Intelektual dan pengembangan spiritual. Itulah toleransi orang kuat secara spiritual yang sembari tetap menjaga batas-batas keyakinannya sendiri, dapat menerima dan bahkan memahami segala bentuk keyakinan yang berbeda dengan keyakinannya sendiri.”
Dan sebagai penutup cukuplah dua surah ini yang menjadi andalan umat Islam yakni surah Al Ikhlas yang menyatakan bahwa Allah itu Maha Esa yang tidak beranak dan tidak diperanakkan. Kemudian surah Al Kafirun yang mendeklarasikan bahwa ,”Bagimu agamamu dan bagiku agamaku.” Wallahu A’lam Bis Showab.