Benarkah Meurah Silu Raja Pasai Yang Pertama?
Oleh : Abduh Rijal*
Dalam Hikayat raja – raja Pasai, dahulu kala, di tepian sungai Peusangan pedalaman Aceh, tinggallah dua orang bersaudara. Mereka adalah Merah Saga dan Merah Silu. Kedua orang ini hidup sangat miskin.
Merah Saga setiap hari pergi berburu ke tengah hutan. Merah Silu lebih suka memancing atau memasang bubu di tepi sungai itu. Ia selalu ditemani oleh anjingnya yang bernama Pasai. Kedua kakak beradik ini jarang bertemu.
Pada suatu hari, ketika Merah Silu mengangkat bubunya ia mendapatkan beribu-ribu cacing kecil. Meski hari itu ia hanya mendapat rezeki berupa cacing kecil, ia bersyukur akan segala karunia Tuhan.
Setiba di rumah, cacing-cacing itu direbusnya. Alangkah ajaib, ketika ia membuka tutup panci, cacing itu berubah menjadi emas dan airnya berubah menjadi perak.
Merah Silu pun memanjatkan doa dan rasa syukur kepada Tuhan. "Engkau benar-benar Maha Pemurah Tuhanku. Aku berterima kasih atas pemberian-Mu." Dengan hartanya yang melimpah itu akhirnya ia bisa membangun rumah yang besar.
Pada suatu hari, adiknya pulang dari berburu. Merah Silu tidak ada di rumah. Ia terheran-heran melihat rumah megah dan harta melimpah milik kakaknya. Timbullah niat jahatnya. Ia bermaksud memiliki seluruh harta kakaknya itu.
Merah Saga pun akhirnya menyerang Merah Silu. Merah Saga memang bukan tandingan Merah Silu. Merah Silu lari menyelamatkan diri. Bertahun-tahun ia mengembara, membawa anjingnya yang bernama si Pasai. Akhirnya ia tiba pada sebuah kampung. Di sana ia tinggal. Oleh karena kedermawanannya ia dicintai penduduk.
Diangkatlah ia menjadi tetua kampung Rimba Jerun. Lama-lama kampung itu berubah menjadi bandar yang ramai, kemudian menjadi kota kerajaan yang besar. Merah Silu menjadi rajanya yang pertama dan kerajaan itu bernama Kerajaan Samudera. Konon, Kerajaan Samudera adalah kerajaan yang pertama di negeri Aceh.
Meurah Silu kemudian memutuskan masuk Islam dan berganti nama menjadi Malik al-Saleh atau dikenal dengan sebutan Malik as-Saleh. Menurut legenda masyarakat Aceh, suatu hari Meurah Silu bermimpi bertemu dengan Rasulullah Shalallahu Alaihi Wa Sallam.
Menurut Hikayat, Meurah Silu setelah mimpi tersebut kemudian bangun dalam keadaan menghafal al Quran dengan mengetahui syariat – syariat Islam termasuk cara menjadi seorang pemimpin. Setelah itu, ia pun memutuskan masuk Islam.
Jika Meurah Silu merupakan raja pertama Samudra Pasai yang kemudian berganti nama Malik as Saleh, sosok Malik as Saleh ini mempunyai makam yang nyata. Makam Sultan Malikussaleh di Gampong Beuringin, Kecamatan Samudera, Aceh Utara, merupakan situs bersejarah yang monumental di Nusantara, bahkan di Asia Tenggara.
Di samping makamnya, terdapat berbagai makam kerabat Malikussaleh. Antara lain, makam Sultan Muhammad Malik Al Zahir atau dikenal sebagai Malikuzzahir yang merupakan anak laki-lakinya dengan putri Ganggang Sari, makam Ratu Nahrisyah yang merupakan anak Malikuzzahir atau cucu Malikussaleh, dan makam Pangeran Abdullah Ibnu Muhammad Ibnu Abdul Kadir.
Al Habib Alwi bin Tohir al Haddad (Mufti Johor-Malaysia tahun 1934 sampai tahun 1961 ) yang termasuk salah seorang pendiri ar-Rabithah al-Alawiyyah di Indonesia, pernah suatu ketika datang langsung ke makam Malikussaleh dan menemukan satu makam istimewa dari al Malik al Kamil yang wafatnya sekitar 50 tahun lebih awal dari tahun kematian al Malikussaleh di tahun 1279.
Jika Malikussaleh adalah Meurah Silu, maka Malikussaleh bukanlah raja pertama dalam Kerajaan Samudra pasai. Sekaligus menjadi bukti bahwa proyek Islamisasi kepulauan Melayu Indonesia bukan dimulai pada abad ke 13, namun pada abad ke 10 – 11. Wallahu A'lam Bis Showab.
Murid Program Takhassus Kulliyah Dirosah Islamiyah Pandaan Pasuruan