Dusta Para BuzzeRp

 Kebohongan Publik Para BuzzeRp

Oleh : Muhammad Syafii Kudo

Sampah Demokrasi

Negeri ini kembali heboh oleh sebuah kebohongan publik yang kali ini dilakukan oleh keluarga dari seorang pengusaha. Dia  konon sesumbar punya dana dua triliyun yang hendak disumbangkan kepada negara guna menambah dana penanggulangan pandemi Covid-19. 

Awalnya, sumbangan itu digembar-gemborkan sedemikian masiv oleh beberapa media daring dan luring serta tidak ketinggalan para pendengung bayaran yang berada di garda terdepan selayaknya juru bicara resmi penguasa. Sumbangan fiktif itu oleh para BuzzeRp digoreng sedemikian rupa hingga menyentuh titik paling sensitif bagi bangsa ini, yakni ihwal SARA.

Tanpa takut terjerat hukum akibat penistaan, karena kekebalan hukum sebagai imbalan menjadi pembela penguasa, mereka beropini dan menggiring opini publik dengan asumsi liar mereka.  

Awalnya mereka sanjung setinggi mungkin pengusaha keturunan ras tertentu tersebut sembari menjatuhkan nama beberapa Ulama Islam. Mereka mengatakan bahwa pengusaha yang mereka banggakan itu lebih cinta negaranya daripada dai yang mereka risak di konten YouTube mereka. Hal ini karena pengusaha itu akan menyumbang dua triliyun untuk penanganan pandemi di Indonesia sedangkan para da’i tersebut malah menyumbangkan dana umat bagi rakyat Palestina.

Mereka hendak menggiring opini publik seakan-akan para aktivis Islam lebih peduli orang di luar negerinya daripada rakyat negeri sendiri. Padahal gerakan peduli sesama lewat waqaf dan ZIS baik bagi rakyat pribumi maupun di luar negeri sudah menjadi agenda keumatan sehari-hari bagi umat Islam. Hanya saja kegiatan itu tidak digembar-gemborkan secara kebablasan karena yang dituju adalah ridho Allah semata bukan tepuk tangan dan sanjungan manusia seperti tugas para penjilat bayaran.

Dan ketika kedustaan (Hoax) sumbangan fiktif dua triliyun itu terkuak, Indonesia pun geger. Bahkan di jagad media sosial rame beredar meme “Sekali Lagi Rakyat Indonesia Diprank”. Namun seolah tidak ada rasa malu para BuzzeRp kembali berkicau membela diri dengan memainkan narasi yang lain.

Uniknya yang dibikin malu dengan kasus ini adalah rakyat Indonesia sebab merekalah nampaknya yang masih memiliki rasa malu di Republik ini. Kenapa rakyat Indonesia pantas merasa malu, sebab di kala pandemi belum usai serta ekonomi masyarakat yang kian di ujung tanduk ternyata masih ada orang-orang yang konon terdidik secara akademik malah jadi juru ajak perpecahan bangsa yang ironisnya digaji dari uang rakyat. Dan cara kerja mereka sangat menjijikkan, mencari cuan lewat jalan memecah belah masyarakat.

Alih-alih mencerdaskan rakyat dengan narasi yang bermanfaat, mereka malah membodohi masyarakat lewat konten-kontennya dan menjadi corong penyebar berita bohong.

Di sisi lain, Muhammadiyah sebagai ormas yang terkenal dengan pelayanan keumatannya diwartakan  telah mengeluarkan setidaknya satu triliyun guna membantu masyarakat menghadapi pandemi ini dan mengatakan merasa belum berbuat apa-apa. (Kompas.com).

Pernyataan ini seolah hendak menampar para BuzzeRp yang telah membohongi rakyat Indonesia dengan sumbangan fiktif tersebut dan memberi pesan bahwa gerakan peduli rakyat adalah merupakan nafas seluruh umat Islam di negeri ini, artinya jangan mengajari umat Islam dalam perkara berderma karena mereka sudah terdidik sebagai umat yang dermawan .

Pesan lainnya adalah janganlah demi menjilat penguasa dan pengusaha kita rela menjual kewarasan akal dan harga diri. Apatah lagi dengan narasi yang berpotensi memecah-belah persatuan terutama di masa pandemi ini. 

Cukuplah isu SARA pernah menorehkan luka dalam sejarah bangsa ini di masa lalu. Janganlah menyulut bahan bakar perpecahan yang sudah hampir mengering itu. Dan bagi rakyat Indonesia harusnya mulai memahami mana tokoh-tokoh yang tidak patut dijadikan rujukan apalagi teladan yang mana hal itu bisa diketahui dari cara kerja dan apa pekerjaan mereka selama ini. 

Juga yang tidak kalah penting adalah kelakuan para BuzzeRp itu dalam merisak para da’i khususnya dan umat Islam umumnya adalah hal yang dilarang di dalam Islam. Rasulullah Shalallahu Alaihi Wa Sallam bersabda,

عن عبدالله بن مسعودٍ قال: قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: ((سِباب المسلم فسوقٌ، وقتاله كفرٌ)).

Dari Ibnu Mas’ud Radiyallahu Anhu beliau berkata bahwa Rasulullah Shalallahu Alaihi Wa Sallam bersabda, “Menyakiti (mencaci-maki) seorang Muslim adalah kefasikan dan membunuh seorang Muslim adalah kekafiran.” (HR. Bukhari dan Muslim).

Terlebih jika yang dicaci maki adalah para Ulama tentu konsekuensinya lebih besar. Al-Hafidz Ibnu Asakir berkata,

” واعْلَمْ يَا أخِي، أَنَّ لُحُومَ العُلَماءِ مَسْمُومَةٌ، وَعَادةُ اللهِ في هَتْكِ أسْتَارِ مُنْتَقِصِيهِمْ مَعْلُومَةٌ، لأنَّ الوَقِيعَةَ فِيهِمْ بِمَا هُمْ مِنْهُ بَرَاءٌ أمْرُهُ عَظِيم ٌ، والتَّناوُلُ لأعْراضِهِم بالزُّورِ والافْتِراءِ مَرْتَعٌ وَخيمٌ ، والاختِلاقُ عَلَى من اخْتارهُ اللهُ مِنْهُم لِنَعْشِ العِلْمِ خُلُقٌ ذَمِيمٌ “.

“Ketahuilah wahai saudaraku, sesungguhnya daging para ulama itu beracun (menggunjingnya adalah dosa besar), dan kebiasaan Allah dalam menyingkap kedok para pencela mereka (ulama) telah diketahui bersama. Karena mencela mereka dengan sesuatu yang tidak ada pada mereka, merupakan petaka besar, dan melecehkan kehormatan mereka dengan cara dusta dan mengada-ada merupakan kebiasaan buruk, dan menentang mereka yang telah Allah pilih untuk menebarkan ilmu, merupakan perangai tercela”. (Tabyin Kadzib Al-Muftari hal  29).

Ibnu Asakir mengingatkan kepada manusia agar berhati-hati dalam menjaga lisan dan perbuatan. Jangan sampai menghina, menjelek-jelekkan, atau menyakiti hati dan perasaan ulama. Sebab, kedudukan ulama berbeda dengan kedudukan orang biasa, termasuk terhadap penguasa sekalipun.

Ibnu Asakir berkata, 

لحوم العلماء سم: من شمها مرض، ومن ذاقها مات

“Daging ulama itu racun: yang menghirupnya akan jatuh sakit, yang mencecapnya akan mati.”

Apa makna "daging ulama beracun"? Maksudnya, siapa pun yang telah memfitnah mereka, pasti akan terkena nasib buruk; bagaikan tubuh terkena racun. 

Alquran yakni surah al-Hujurat ayat 12, mengibaratkan perbuatan menggunjing atau mencari-cari keburukan orang lain sebagai "memakan daging saudara sendiri yang telah mati."

Maka menjelek-jelekkan ulama di depan umum tentu nilai kebiadabannya lebih parah. Pelakunya tidak hanya diibaratkan sebagai orang yang menjijikkan (memakan bangkai), tetapi juga kelak menerima sakit akibat perbuatannya itu.

"Dan kita telah mengetahui sikap Allah terhadap orang-orang yang mencela para ulama. Maka, siapa saja yang menghina para ulama dengan lidahnya, Allah akan menimpakan kematian hati kepadanya selagi dia di dunia," kata Ibnu Asakir.

Dalam Alquran surah al-Ahzab ayat 57, dijelaskan tentang ancaman Allah  terhadap orang-orang yang menyakiti Rasulullah Shalallahu Alaihi Wa Sallam, "Sesungguhnya orang-orang yang menyakiti Allah dan Rasul-Nya. Allah akan melaknatinya di dunia dan di akhirat, dan menyediakan baginya siksa yang menghinakan."

Karena saat ini, Rasulullah Shalallahu Alaihi Wa Sallam sudah tidak ada di tengah-tengah umat, tentu ayat tersebut bisa ditujukan kepada para alim ulama yang merupakan pewaris tugas kenabian. Menyakiti ahli waris sama saja dengan menyakiti pihak yang mewariskan dalam hal ini adalah Rasulullah Shalallahu Alaihi Wa Sallam. Maka barang siapa yang menyakiti para Ulama baik lewat mulut, tulisan, dan perilaku, maka Allah berhak menghinakan mereka baik di dunia apatah lagi kelak di akhirat. Wallahu A’lam Bis Showab.

Dimuat Di : 

Majalah Suara Hidayatullah Edisi September 2021 Rubrik Opini





BACA JUGA

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama