Kembali Kepada Al Quran Dan Sunnah, Lewat Ihya Ulumuddin.
Oleh : Abduh Rijal*
Al Ghazel |
Sebagian Muslimin berpendapat bahwa kemunduran umat Islam hari ini diakibatkan karena umat Islam sudah banyak yang meninggalkan Al Quran dan Sunah atau hadits Nabi Muhammad SAW.
Dari pendangan demikian ini, banyak orang kemudian menyerukan gerakan untuk segera kembali kepada Al Quran dan Sunnah namun tanpa melewati ulama. Di sinlah masalahnya.
Mempertentangkan atau menghadap-hadapkan antara Madzhab dan Al-Qur’an serta As Sunnah, maupun antara Ulama Mujtahid dengan Nabi Muhammad Saw tentu tidaklah benar.
Seolah – olah dalam membuat madzhab atau fatwa, para ulama tidak menggunakan Al Quran maupun Hadis dan kemudian menggunakan pendapat mereka sendiri.
Al Quran dan Sunah Nabi adalah warisan utama yang ditinggalkan Nabi Muhammad SAW. Dengan keduanya Islam akhirnya berkembang sampai pada taraf membentuk sebuah peradaban seperti yang nampak pada kota Madinah.
Namun dalam proses pembentukan peradaban tersebut, Al Quran dan Sunah tidaklah berdiri sendiri.
Dimulai dari Nabi Muhammad SAW, Al Quran dan Hadits kemudian dibawa oleh para sahabat, tabiin, para tabiut tabiin, dan para ulama.
Isi kandungan dan penjelasan Al Quran dan Sunnah dibawa berdasarkan riwayat, mereka tidak bisa berdiri sendiri. Apabila dipahami tanpa pembimbing tentunya akan ada pemahaman yang “miss” atau salah.
Syaikh Abu Yazid al Bustomiy pemimpin para ulama sufi di zamannya pernah memberi nasihat, “Barangsiapa tidak memiliki guru maka gurunya adalah syaithan.”
Maka mempelajari sebuah ilmu, harus melalui sebuah jalur yaitu guru. Maka slogan kembali kepada Al Quran dan Sunah itu harus dengan jalur yang benar, tidak sembarangan.
Ihya Ulumuddin karangan Imam al Ghozali adalah contoh kitab yang memakai slogan kembali kepada Al Quran dan Sunah dengan jalur Thoriqoh.
Dalam kajian Forum INSAF atau INSISTS Saturday Forum (14/11/20), Ust Kholili Hasib memaparkan tentang kelebihan kitab Ihya Ulumuddin karangan imam al Ghozali dalam upaya perbaikan umat Islam.
Ihya 'Ulumuddin terbagi dalam empat bagian besar kitab, atau dikenal sebagai rubu', dimana di dalam setiap rubu' terdiri atas 10 bab.
Dan Kajian Ihya di bawah dikelompokan berdasarkan rubu'-rubu' yang terdapat dalam Ihya 'Ulumuddin.
Dalam setiap Rubu’ tersebut, Imam al Ghozali pertama kali mengutip ayat Al Quran yang berkaitan dengan bab yang dibahas.
Misalnya ketika membahas bab ilmu, pertama kali yang dikutip beliau adalah ayat – ayat Al Quran tentang ilmu, setelahnya adalah hadits atau sunnah Nabi yang berkaitan dengan Ilmu, kemudian kalam sahabat dan kalam ulama tentang ilmu, baru kemudian kesimpulan beliau tentang ilmu menurut riwayat yang telah ada sebelumnya. Inilah adab beliau ketika menulis kitab.
Metode inilah yang terbukti di zamannya akhirnya mampu membuat revolusi besar dalam tubuh umat Islam sehingga tidak lama kemudian Baitul Maqdis berhasil direbut kembali dalam Perang Salib yang dipimpin oleh Sholahuddin al Ayyubi.
Siapakah sosok Salahuddin tersebut? Beliau tidak lain adalah murid daripada madrasah yang didirikan di atas pemikiran Imam al Ghozali. Wallahu A'lam Bis Showab.
*Aktivis Aswaja Bangil