Umar Dan Pemimpin Zaman Sekarang
Rabu malam (03 Juni 2020), kami berkesempatan silaturrahim kepada salah seorang guru kami. Beliau seorang Dzurriyatur Rasul yang merupakan murid dari Sulthonul Ilm Habib Salim Bin Abdullah Assyatiri, Rubath Tarim, Hadramaut.
Saat itu kami membahas banyak hal termasuk sekitar Covid 19 yang dinilai makin tidak jelas arahnya. Dan salah satu pembahasan yang menarik saat itu adalah masalah keteladanan Sayyidina Umar Bin Khotob Ra.
Sang khalifah yang terkenal keadilannya itu adalah gambaran ideal seorang pemimpin. Tegas, lurus dalam amar makruf nahi munkar dan pastinya menguasai ilmu agama (faqih) dan waro'.
Sayyidina Umar bukan hanya pemimpin dalam urusan duniawi kenegaraan namun juga dalam bidang agama karena beliau adalah seorang Amirul Mukminin.
Beliau sering memantau pasar, masjid, lingkungan pemukiman rakyat dll. Disebutkan bahwa di zaman beliau tidak lah boleh menjadi pedagang di pasar Madinah melainkan mereka yang sudah paham masalah Fikih jual beli.
Hal ini karena pasar yang merupakan denyut nadi ekonomi rakyat adalah tempat yang paling dibenci oleh Allah Swt.
Karena di sana banyak terjadi sumpah palsu, keculasan jual beli, peluang adanya barang haram yang diperjual-belikan dll. Maka ilmu fikih yang menjelaskan halal haram menjadi syarat wajib untuk menanggulanginya.
Sayyidina Umar selalu memantau pasar. Jika didapatinya ada pedagang dan pembeli yang mengobrol yang tidak perlu (tidak berhubungan dengan jual beli) atau yang menyimpang dari kehalalan maka beliau akan menegurnya. Biasanya akan beliau lempar biji jagung ke arah mereka agar lekas bubar.
Lalu beliau memantau Masjid. Dikisahkan bahwa beliau pernah mendapati seorang lelaki yang sedang berbicara di dalam masjid, maka didatanginya orang itu.
Saat didapati bahwa dia bukan penduduk Madinah maka Sayyidina Umar pun memaafkannya dan menyuruhnya tidak mengulanginya lagi.
Namun seandainya yang melakukan hal itu adalah penduduk Madinah maka akan dicambuk oleh Sayyidina Umar.
Ini menandakan kemuliaan masjid mesti dijaga dan menunjukkan bahwa warga Madinah sudah mafhum akan hal itu karena sudah terdidik ilmu fikihnya di bawah kontrol Sayyidina Umar.
Kemudian dikisahkan bahwa sang Amirul Mukminin selalu blusukan tiap malam ke gank-gank sempit dan sekitaran rumah penduduk.
Pernah beliau dapati bayi yang menangis keras tak mau berhenti sehingga mengganggu orang-orang di sekitarnya.
Setelah ditanyakan oleh Umar kepada ibu si bayi apakah gerangan penyebabnya. Si ibu menjawab bahwa itu sengaja dilakukannya agar dia mendapat subsidi dari Khalifah Umar. Si ibu tidak tahu bahwa yang dia ajak bicara adalah Khalifah Umar sendiri.
khalifah Umar awalnya hanya memberi subsidi bagi bayi yang sudah berusia dua tahun dan telah disapih.
Karena itulah si ibu memaksa menyapih bayinya lebih awal agar bisa menerima subsidi dari negara. Padahal usia bayinya masih belum layak untuk disapih.
Mendengar hal itu, khalifah Umar menangis dalam doanya dan mengatakan bahwa Umar telah dzalim.
Setelah mendengar curhatan si ibu tadi, Khalifah Umar akhirnya merubah peraturan. Subsidi yang awalnya hanya diberikan jika bayi sudah disapih direvisi dan diberikan kepada si ibu dan bayinya tepat setelah si bayi lahir.
Tentu masih banyak lagi kisah keteladanan Al Faruq yang nampaknya sulit ditemukan pada sosok pemimpin zaman sekarang.
Maka menjadi lelucon belaka manakala ada pejabat yang bagi-bagi sembako saat kampanye atau saat ada wabah Covid 19 ujug-ujug dilabeli seperti Sayyidina Umar.
Sungguh itu perbandingan yang tidak patut dan nonsens belaka.
Sayyidina Umar adalah orang yang "tidak punya kawan" akibat ketegasannya menegakkan hukum Allah yang tentu berbeda dengan oknum pemimpin oportunis zaman sekarang yang berpolitik dua kaki, kadang kawan jadi lawan lalu lawan jadi kawan, masa bodoh dengan halal-haram.
Sayyidina Umar sangat dibenci oleh kaum Rafidah, maka tentu berbeda dengan oknum pemimpin zaman sekarang yang didukung oleh kaum pembenci sahabat dan istri Nabi tersebut dalam kepemimpinannya.
Sayyidina Umar memanggul sendiri bahan makanan untuk rakyatnya saat blusukan bukan mengandalkan ajudan atau pasukan pengaman.
Sayyidina Umar mensubsidi kebutuhan rakyat bahkan hingga kebutuhan bayi yang tentu tidak sama dengan oknum pemimpin zaman sekarang yang gemar mencabut subsidi untuk rakyatnya.
Sayyidina Umar memperhatikan pasar apakah perdagangan di dalamnya sudah sesuai syariah atau belum yang tentu berbeda dengan oknum pemimpin zaman sekarang yang pro ekonomi kapitalis ribawi yang kian "membunuh" pedagang kecil.
Sayyidina Umar memperhatikan Masjid agar umat di dalamnya menjaga adab-adab ibadah di dalamnya yang tentu berbeda dengan oknum pemimpin zaman kini yang abai terhadapnya.
Dan yang pasti Sayyidina Umar adalah pemimpin yang meski ditakuti setan karena ketegasannya namun tetap tidak anti kritik apalagi mudah memenjarakan orang yang kontra terhadapnya.
Wal hasil sebagai umat akhir zaman yang makin mengalami krisis keteladanan, jangan mudah membandingkan tokoh-tokoh zaman akhir dengan para salaf mulia terutama para sahabat Rasulullah Saw.
Sebab hal itu selain terkesan dipaksakan akibat fanatik buta, juga bisa menjadi sebuah ketidak-tahuan diri yang memalukan.
Padahal sekelas Khalifah Umar Bin Abdul Aziz Rhm yang saking adilnya hingga serigala dan kambing bisa makan berdampingan tanpa ada yang memangsa-dimangsa karena jatah makanan masing-masing sudah dijamin olehnya, tidak berkenan dibandingkan dengan para Sahabat Nabi.
Beliau berkata, "Debu yang menempel pada kaki kuda Sayyidina Muawiyah Ra masih lebih mulia daripada saya."
Inilah adab pemimpin sejati. Merasa tidak layak jika dibandingkan dengan para salaf saleh apalagi para sahabat Nabi. Wallahu A'lam Bis Shawab. (Senyapena)
Al Faruq |
Saat itu kami membahas banyak hal termasuk sekitar Covid 19 yang dinilai makin tidak jelas arahnya. Dan salah satu pembahasan yang menarik saat itu adalah masalah keteladanan Sayyidina Umar Bin Khotob Ra.
Sang khalifah yang terkenal keadilannya itu adalah gambaran ideal seorang pemimpin. Tegas, lurus dalam amar makruf nahi munkar dan pastinya menguasai ilmu agama (faqih) dan waro'.
Sayyidina Umar bukan hanya pemimpin dalam urusan duniawi kenegaraan namun juga dalam bidang agama karena beliau adalah seorang Amirul Mukminin.
Beliau sering memantau pasar, masjid, lingkungan pemukiman rakyat dll. Disebutkan bahwa di zaman beliau tidak lah boleh menjadi pedagang di pasar Madinah melainkan mereka yang sudah paham masalah Fikih jual beli.
Hal ini karena pasar yang merupakan denyut nadi ekonomi rakyat adalah tempat yang paling dibenci oleh Allah Swt.
Karena di sana banyak terjadi sumpah palsu, keculasan jual beli, peluang adanya barang haram yang diperjual-belikan dll. Maka ilmu fikih yang menjelaskan halal haram menjadi syarat wajib untuk menanggulanginya.
Sayyidina Umar selalu memantau pasar. Jika didapatinya ada pedagang dan pembeli yang mengobrol yang tidak perlu (tidak berhubungan dengan jual beli) atau yang menyimpang dari kehalalan maka beliau akan menegurnya. Biasanya akan beliau lempar biji jagung ke arah mereka agar lekas bubar.
Lalu beliau memantau Masjid. Dikisahkan bahwa beliau pernah mendapati seorang lelaki yang sedang berbicara di dalam masjid, maka didatanginya orang itu.
Saat didapati bahwa dia bukan penduduk Madinah maka Sayyidina Umar pun memaafkannya dan menyuruhnya tidak mengulanginya lagi.
Namun seandainya yang melakukan hal itu adalah penduduk Madinah maka akan dicambuk oleh Sayyidina Umar.
Ini menandakan kemuliaan masjid mesti dijaga dan menunjukkan bahwa warga Madinah sudah mafhum akan hal itu karena sudah terdidik ilmu fikihnya di bawah kontrol Sayyidina Umar.
Kemudian dikisahkan bahwa sang Amirul Mukminin selalu blusukan tiap malam ke gank-gank sempit dan sekitaran rumah penduduk.
Pernah beliau dapati bayi yang menangis keras tak mau berhenti sehingga mengganggu orang-orang di sekitarnya.
Setelah ditanyakan oleh Umar kepada ibu si bayi apakah gerangan penyebabnya. Si ibu menjawab bahwa itu sengaja dilakukannya agar dia mendapat subsidi dari Khalifah Umar. Si ibu tidak tahu bahwa yang dia ajak bicara adalah Khalifah Umar sendiri.
khalifah Umar awalnya hanya memberi subsidi bagi bayi yang sudah berusia dua tahun dan telah disapih.
Karena itulah si ibu memaksa menyapih bayinya lebih awal agar bisa menerima subsidi dari negara. Padahal usia bayinya masih belum layak untuk disapih.
Mendengar hal itu, khalifah Umar menangis dalam doanya dan mengatakan bahwa Umar telah dzalim.
Setelah mendengar curhatan si ibu tadi, Khalifah Umar akhirnya merubah peraturan. Subsidi yang awalnya hanya diberikan jika bayi sudah disapih direvisi dan diberikan kepada si ibu dan bayinya tepat setelah si bayi lahir.
Tentu masih banyak lagi kisah keteladanan Al Faruq yang nampaknya sulit ditemukan pada sosok pemimpin zaman sekarang.
Maka menjadi lelucon belaka manakala ada pejabat yang bagi-bagi sembako saat kampanye atau saat ada wabah Covid 19 ujug-ujug dilabeli seperti Sayyidina Umar.
Sungguh itu perbandingan yang tidak patut dan nonsens belaka.
Sayyidina Umar adalah orang yang "tidak punya kawan" akibat ketegasannya menegakkan hukum Allah yang tentu berbeda dengan oknum pemimpin oportunis zaman sekarang yang berpolitik dua kaki, kadang kawan jadi lawan lalu lawan jadi kawan, masa bodoh dengan halal-haram.
Sayyidina Umar sangat dibenci oleh kaum Rafidah, maka tentu berbeda dengan oknum pemimpin zaman sekarang yang didukung oleh kaum pembenci sahabat dan istri Nabi tersebut dalam kepemimpinannya.
Sayyidina Umar memanggul sendiri bahan makanan untuk rakyatnya saat blusukan bukan mengandalkan ajudan atau pasukan pengaman.
Sayyidina Umar mensubsidi kebutuhan rakyat bahkan hingga kebutuhan bayi yang tentu tidak sama dengan oknum pemimpin zaman sekarang yang gemar mencabut subsidi untuk rakyatnya.
Sayyidina Umar memperhatikan pasar apakah perdagangan di dalamnya sudah sesuai syariah atau belum yang tentu berbeda dengan oknum pemimpin zaman sekarang yang pro ekonomi kapitalis ribawi yang kian "membunuh" pedagang kecil.
Sayyidina Umar memperhatikan Masjid agar umat di dalamnya menjaga adab-adab ibadah di dalamnya yang tentu berbeda dengan oknum pemimpin zaman kini yang abai terhadapnya.
Dan yang pasti Sayyidina Umar adalah pemimpin yang meski ditakuti setan karena ketegasannya namun tetap tidak anti kritik apalagi mudah memenjarakan orang yang kontra terhadapnya.
Wal hasil sebagai umat akhir zaman yang makin mengalami krisis keteladanan, jangan mudah membandingkan tokoh-tokoh zaman akhir dengan para salaf mulia terutama para sahabat Rasulullah Saw.
Sebab hal itu selain terkesan dipaksakan akibat fanatik buta, juga bisa menjadi sebuah ketidak-tahuan diri yang memalukan.
Padahal sekelas Khalifah Umar Bin Abdul Aziz Rhm yang saking adilnya hingga serigala dan kambing bisa makan berdampingan tanpa ada yang memangsa-dimangsa karena jatah makanan masing-masing sudah dijamin olehnya, tidak berkenan dibandingkan dengan para Sahabat Nabi.
Beliau berkata, "Debu yang menempel pada kaki kuda Sayyidina Muawiyah Ra masih lebih mulia daripada saya."
Inilah adab pemimpin sejati. Merasa tidak layak jika dibandingkan dengan para salaf saleh apalagi para sahabat Nabi. Wallahu A'lam Bis Shawab. (Senyapena)
BACA JUGA
Kategori:
justice of omar
keadilan umar bin khatab
Omar
omar bin khotob
pemimpin adil
the real leader
umar bin khotob
wise story