Binatangisme

Ketika Manusia "Diajari" Binatang

Oleh : Senyapena

Slow But Sure

Apa yang terlintas di benak manakala mendengar nama "Jepang", tentu dengan cepat akan ada  banyak lintasan deskripsi yang segera muncul secara otomatis.

Ada yang terbayang anime, kemajuan teknologi, kedisiplinan warganya, eksotisme khas Asia Timur dll. Semua benar adanya karena Jepang memang menghimpun semua gambaran tersebut pada dirinya.

Dikenal dengan negara yang sukses memadukan budaya lokal dan kemajuan teknologi, tak ayal Jepang adalah salah satu raksasa teknologi terbesar di dunia.

Produk otomotif, elektronik, animasi, serta budaya dan pariwisata khas negeri sakura-samurai makin menambah "kebesaran" nama Jepang.

Namun secanggih-canggihnya buatan manusia, tentu ada celah kerapuhan di dalamnya. Terkadang celah itu muncul setelah kecerobohan terjadi (human error) bahkan bisa pula Tuhan sendiri yang menunjukkannya.

Seperti yang terjadi di Jepang setahun yang lalu. Jadwal puluhan kereta di dua jalur yang dioperasikan oleh Kyushu Railway Co (JR Kyushu) di selatan Jepang mendadak kacau karena listrik mati.

Keberangkatan 26 kereta  terpaksa dibatalkan dan layanan lainnya terganggu sehingga terjadi kekacauan di negara yang terkenal dengan keteraturan sistem transportasinya itu. Akibatnya dua belas ribu penumpang merasakan dampak dari kekacauan itu.

Beberapa minggu setelah peristiwa mati listrik yang menghebohkan itu, pada Minggu 23 Juni 2019 JR Kyushu akhirnya menemukan biang keladi dari peristiwa itu, ternyata ada seekor siput yang masuk ke dalam perangkat listrik di dekat rel kereta. Dan kerusakan listrik yang menyebabkan listrik padam adalah akibat siput yang mati tersebut.

Juru bicara JR Kyushu menyatakan bahwa kejadian ini tergolong langka karena biasanya yang terjadi adalah adanya rusa yang tertabrak kereta, sedangkan kejadian karena siput sangat langka terjadi. (Kompas, 26 Juni 2019).

Dikisahkan pula pernah terjadi peristiwa unik lainnya akibat ulah makhluk-makhluk kecil yang bisa jadi selama ini juga diremehkan manusia, yakni kepiting.

Kepiting yang berkeliaran di sungai dan sawah pernah membuat tanggul jebol, di Saluran Induk Cilurung Barat. Hal itu terungkap dalam banjir yang melanda Kabupaten Majalengka, Selasa, 17 Desember 2019 malam.

Akibat kepiting menggerogot, muncul lubang yang besar sehingga airnya melimpah ke jalan raya antara Kadipaten - Kertajati. Bahkan air hampir menghambat akses Tol Cipali jika tidak lekas ditanggulangi saat itu. (https://www.pikiran-rakyat.com/jawa-barat/amp/pr-01326545/kepiting-menggerogot-akibatkan-tanggul-jebol-di-dekat-akses-tol-cipali.)

Dari dua peristiwa unik ini kita bisa belajar sebuah hikmah besar. Bahwasannya tidak ada ciptaan manusia yang bisa sempurna total tanpa cacat.

Bahkan dalam lintasan sejarah peradaban manusia banyak terjejak kisah-kisah keterlibatan hewan yang "diutus" Allah untuk "mengajari" manusia.

Lihat tata cara penguburan manusia saat ini. Hal ini bermula dari kisah terbunuhnya Habil oleh Qobil yang mana saat itu Qobil bingung bagaimana cara mengurus jenazah saudaranya itu.

"Kemudian Allah menyuruh seekor burung gagak menggali-gali di bumi untuk memperlihatkan kepadanya (Qabil) bagaimana seharusnya menguburkan mayat saudaranya. Berkata Qabil: "Aduhai celaka aku, mengapa aku tidak mampu berbuat seperti burung gagak ini, lalu aku dapat menguburkan mayat saudaraku ini?" Karena itu jadilah dia seorang diantara orang-orang yang menyesal." (QS. Al Maidah : 31).

Ada pula kisah hewan yang "diutus" untuk memberi tahu tentara Nabi Sulaiman As bahwa beliau telah wafat dengan robohnya tubuh beliau akibat tongkat keropos yang telah dimakan oleh rayap.

"Maka tatkala Kami telah menetapkan kematian Sulaiman, tidak ada yang menunjukkan kepada mereka kematiannya itu kecuali rayap yang memakan tongkatnya. Maka tatkala ia telah tersungkur, tahulah jin itu bahwa kalau sekiranya mereka mengetahui yang ghaib tentulah mereka tidak akan tetap dalam siksa yang menghinakan."(QS. Saba' : 14).

Dan masih banyak lagi kisah-kisah yang serupa yang menandakan bahwa manusia di suatu titik malah "diajari" atau belajar dari hewan.

Pesawat terbang terinspirasi dari burung, helikopter dari capung, kapal selam dari ikan, kereta api konon mencontoh dari ular dan masih banyak perangkat ciptaan manusia yang diilhami dari cara kerja binatang.

Wal hasil, manusia yang dijadikan sebagai makhkuk paling sempurna tetap diajarkan agar tidak sombong oleh Allah lewat perantara binatang.

Dan orang berakal adalah mereka yang bisa mengambil pelajaran dari Allah lewat perantara apapun, termasuk binatang. Artinya kita bisa belajar (kebaikan) dari binatang tanpa jadi binatang (asli).

Sebab aslinya binatang adalah makhluk yang tidak diberi akal melainkan hanya diberi nafsu oleh Allah. Maka wajar jika yang mereka lakukan hanya makan, minum, tidur, kawin, memangsa yang lemah dll.

Dan semua itu sah bagi mereka karena itulah "Maqom" yang wajib bagi mereka. Dan menjadi keliru bagi manusia yang alih -alih mengambil hikmah (pelajaran) dari binatang namun malah memilih "menjadi" binatang.

Yakni manakala hidupnya hanya memperturutkan hawa nafsu semata seperti makan, minum, tidur hubungan badan, dan memangsa yang lemah.

Dan fenomena manusia yang "membinatangkan diri" itu semakin marak di akhir zaman ini. Wallahu A'lam Bis Showab

BACA JUGA

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama