Cara Mukmin Sikapi Wabah

Bagaimana Seorang Mukmin Menyikapi Covid 19?

Oleh : Muhammad Syafii Kudo

Bijak Sikap

Sampai detik ini dunia masih dihantui oleh wabah Covid 19. Ribuan nyawa telah melayang kembali ke pemiliknya melalui wabah ini. Imbas dari wabah ini bukan melulu perkara nyawa namun juga seluruh sendi kehidupan. Tak ayal wabah ini mampu melumpuhkan ekonomi global.

Kegiatan perekonomian menjadi lesu, ajang hiburan dan olahraga dibuyarkan, hingga ritual ibadah berbagai agama sangat terganggu.
Majlis taklim ditutup sementara, ibadah umroh dan haji ditunda, sholat jumat banyak yang ditiadakan, dan masih banyak lagi agenda keumatan yang terdampak oleh wabah ini.

Lalu bagaimana kita sebaga Mukmin menyikapi hal ini. Dan bagaimana Islam memposisikan hal ini?

Islam Menyikapi Bencana

“Kebaikan yang menimpamu maka hal itu dari Allah dan keburukan yang menimpamu maka hal itu karena dirimu sendiri. (QS. An-Nisa: 79).

Adab seorang Muslim ketika ada musibah terjadi adalah meyakini bahwa hal itu pasti akibat dari ulah manusia sendiri. Meskipun semua yang terjadi pasti tak lepas dari campur tangan Allah, “Katakanlah, semuanya dari sisi Allah.” (QS:  An-Nisa: 78)

Namun itu bukan dalil pembenar untuk menyalahkan Tuhan. Karena Allah Swt di dalam banyak Hadis sudah mendeklarasikan bahwasannya Dia mengharamkan semua bentuk kedzoliman bagi diriNya dan memerintahkan kaum beriman agar tidak berlaku dzolim pula.

Maka tentu berbagai bencana yang kini terjadi harus kita sikapi dengan bijak bahwa itu semua akibat kedzoliman manusia sendiri. Termasuk wabah Covid 19 ini. Bisa jadi ini teguran agar manusia bisa melakukan introspeksi diri.

Dan sebagai seorang Muslim kita berpedoman kepada Hadis Nabi Muhammad ﷺ,
“Seluruh kebaikan ada dalam kuasa-Mu dan keburukan tidak dinisbatkan kepada-Mu.” (HR: Muslim).

Itulah akhlak seorang Muslim yang mana tidak menisbatkan sesuatu kepada Allah melainkan hanya kepada kebaikan. Dan jika ada keburukan terjadi maka itu tentu ternisbatkan kepada manusia itu sendiri.

Dalam Rukun Iman yang ke enam disebutkan bahwa kita wajib beriman kepada takdir baik dan takdir buruk. Karena beriman kepada takdir baik dan buruk terkait dengan kesempurnaan iman seseorang.

“Seseorang tidak beriman sampai dia mengimani takdir, yang baik dan yang buruk.” (HR: Ahmad).

Penangkal Wabah Dan Bencana

وَمَا كَانَ اللَّهُ لِيُعَذِّبَهُمْ وَأَنْتَ فِيهِمْ وَمَا كَانَ اللَّهُ مُعَذِّبَهُمْ وَهُمْ يَسْتَغْفِرُونَ

“Dan Allah sekali-kali tidak akan mengazab mereka, sedangkan kamu (Muhammad) berada di antara mereka. Dan tidaklah (pula) Allah akan mengazab mereka, sedangkan mereka meminta ampun.” (QS: Al Anfaal : 33).

Berdasar ayat tersebut, Qodhi Abi Fadhl Iyadh  dalam kitabnya menukil hadis bahwa Rasulullah ﷺ. telah bersabda, “Allah menurunkan dua keamanan bagi umatku,” 
yaitu disebutkan dalam firman-Nya: Dan Allah sekali-kali tidak akan mengazab mereka, sedangkan kamu berada di antara mereka. Dan tidaklah (pula) Allah akan mengazab mereka, sedangkan mereka meminta ampun. (QS: Al-Anfal: 33).

Selanjutnya Nabi ﷺ. bersabda, “Apabila aku telah tiada, maka aku tinggalkan istigfar (permohonan ampun kepada Allah) di kalangan mereka sampai hari kiamat.”

Sebagian ulama mengatakan bahwa Rasulullah ﷺ adalah keamanan yang besar (agung), selama beliau hidup dan selama sunah-sunahnya masih hidup abadi. Dan manakala sunah-sunahnya mati (ditinggalkan) maka lihatlah oleh kalian berbagai bencana dan rupa macam fitnah.  (As Syifa’ Bi Ta’rifie Hukukil Mustofa Juz 1 Hal. 37).

Jadi selama Nabi  Muhammad ﷺ masih hidup maka Allah tak akan mengadzab umat ini. Juga selama sunah-sunahnya masih hidup maka keamanan bagi umat ini akan tetap terjaga. Sebaliknya saat sunah-sunahnya ditinggalkan maka bencana dan fitnah akan bermunculan, termasuk wabah Covid 19 hari ini yang kita hadapi.

Ini maknanya, dalam menghadapi wabah Covid 19 ini kita harus punya mindset bahwa tidak ada yang lepas dari kehendak Allah Swt.

Hari ini WHO bahkan "dipaksa" mengakui bahwa solusi paling dasar dan efektif dalam mencegah Covid 19 adalah lewat kegiatan cuci tangan yang mana hal itu merupakan sunah Nabi Muhammad Saw yang sudah diajarkan sejak 14 abad lampau.

Ini menegaskan bahwa sunah Nabi Muhammad Saw adalah solusi terbaik bagi segala jenis penyakit baik jasmani maupun rohani. 

Jikalau hari ini masih kita dapati ada orang yang beriman kepada Allah Swt namun masih terkena wabah Covid 19 maka sikap kita sebagai seorang Mukmin adalah memandangnya dengan pandangan Khusnuddon kepada Allah Swt.

ﻋﻦ ﻋﺎﺋﺸﺔ ﺭﺿﻲ اﻟﻠﻪ ﺗﻌﺎﻟﻰ ﻋﻨﻬﺎ ﺯﻭﺝ اﻟﻨﺒﻲ ﺻﻠﻰ اﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ ﻗﺎﻟﺖ ﺳﺄﻟﺖ ﺭﺳﻮﻝ اﻟﻠﻪ ﺻﻠﻰ اﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ ﻋﻦ اﻟﻄﺎﻋﻮﻥ ﻓﺄﺧﺒﺮﻧﻲ ﺃﻧﻪ ﻋﺬاﺏ ﻳﺒﻌﺜﻪ اﻟﻠﻪ ﻋﻠﻰ ﻣﻦ ﻳﺸﺎء ﻭﺃﻥ اﻟﻠﻪ ﺟﻌﻠﻪ ﺭﺣﻤﺔ ﻟﻠﻤﺆﻣﻨﻴﻦ ﻟﻴﺲ ﻣﻦ ﺃﺣﺪ ﻳﻘﻊ اﻟﻄﺎﻋﻮﻥ ﻓﻴﻤﻜﺚ ﻓﻲ ﺑﻠﺪﻩ ﺻﺎﺑﺮا محتسبا ﻳﻌﻠﻢ ﺃﻧﻪ ﻻ ﻳﺼﻴﺒﻪ ﺇﻻ ﻣﺎ ﻛﺘﺐ اﻟﻠﻪ ﻟﻪ ﺇﻻ ﻛﺎﻥ ﻟﻪ ﻣﺜﻞ ﺃﺟﺮ ﺷﻬﻴﺪ.

“Sayyidah Aisyah Ra bertanya pada Nabi Muhammad ﷺ tentang tha’un. Nabi Muhammad ﷺ menceritakan bahwa sesungguhnya tha’un itu merupakan adzab yang dikirim Allah Swt pada siapa yang dikehendaki, dan Allah menjadikannya rahmat bagi orang-orang mukmin. Tidaklah seseorang tertimpa tha’un, lalu berdiam di tempat dengan sabar, mengisolasi diri, mengerti tidak ada yang mengenainya selain apa yang telah ditetapkan Allah padanya, kecuali baginya ada pahala seperti mati syahid.” (HR: Bukhari: 4/213, no: 3287).

Berdasar hadis tersebut, kita bisa mengambil kesimpulan bahwa jika ada orang Mukmin terkena Covid 19 maka itu adalah rahmat baginya. Dan jika dia bersabar lalu meninggal dunia maka itu akan bernilai Syahid baginya.

Ini juga sesuai hadis yang diriwayatkan oleh sahabat Anas Bin Malik Ra bahwa Rasulullah Saw bersabda,

قال رسول الله صلى الله عليه
وسلم الطاعون شهادة لكل مسلم

Artinya, “Rasulullah SAW bersabda, tha’un syahadah (berkedudukan syahid) bagi setiap 
Muslim,” (HR Bukhari, Muslim, dan Ahmad).

Inilah yang membuat Nabi Muhammad Saw kagum kepada urusan kaum Mukmin. Apapun keadaan mereka itu bisa bernilai baik bagi mereka.

Dari Shuhaib, ia berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

عَجَبًا لأَمْرِ الْمُؤْمِنِ إِنَّ أَمْرَهُ كُلَّهُ خَيْرٌ وَلَيْسَ ذَاكَ لأَحَدٍ إِلاَّ لِلْمُؤْمِنِ إِنْ أَصَابَتْهُ سَرَّاءُ شَكَرَ فَكَانَ خَيْرًا لَهُ وَإِنْ أَصَابَتْهُ ضَرَّاءُ صَبَرَ فَكَانَ خَيْرًا لَهُ

“Sungguh menakjubkan keadaan seorang mukmin. Seluruhnya urusannya itu baik. Ini tidaklah didapati kecuali pada seorang mukmin. Jika mendapatkan kesenangan, maka ia bersyukur. Itu baik baginya. Jika mendapatkan kesusahan, maka ia bersabar. Itu pun baik baginya.” (HR. Muslim, no. 2999).

Kini kita sedang berada di bulan Sya'ban yang merupakan bulan mulia. Muqodimah dari bulan termulia, Ramadhan. Bulan Sya'ban adalah bulan Nabi Muhammad Saw. Ini sesuai dengan sebuah hadis yang  diriwayatkan oleh al-Dailami dari Sayyidah Aisyah, dia berkata:

شَعْباَنُ شَهْرِيْ وَرَمَضَانُ شَهْرُ اللِه وَشَعْبَانُ المُطَهِّرُ وَرَمَضَانُ المُكَفِّرُ

Artinya: “Sya’ban adalah bulanku, dan Ramadhan bulan Allah. Bulan Sya’ban menyucikan dan Ramadhan menggugurkan dosa”.

Dalam hadis ini sangat jelas Nabi Muhammad Saw mengaku bahwa bulan Sya’ban adalah miliknya, sedangkan Ramadhan milik Allah. Pengakuan Nabi Muhammad Saw ini, kata Sayyid Muhammad bin Abbas al-Maliki dalam kitab Ma Dza Fi Syakban, kemungkinan karena Sya’ban bulan bershalawat, bulan di mana surah Al-ahzab ayat 56 diturunkan sebagai perintah bershalawat kepada Nabi Muhammad Saw. 

Maka sebagai ikhtiar kita untuk melawan wabah yang terjadi sekarang mari kita amalkan sunah-sunah Nabi dan makin perbanyak Sholawat kepada beliau terutama di bulan Sya'ban ini. Sebab melalui sunah dan sholawat itulah kaum beriman akan senantiasa ditolong oleh Allah Swt. Wallahu A'lam Bis Showab. (Senyapena)

BACA JUGA

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama