Sejarah Valentine's Day
(Benarkah Hari Kasih Sayang ?)
14 Februari sebenarnya bukan hari istimewa. Namun menjadi "spesial" terutama bagi para muda-mudi manakala media Barat mengkampanyekannya secara masiv.
Apa yang dikampanyekan? bahwa pada tanggal itu dideklarasikan sebagai hari kasih sayang berdasar kisah mitos yang beredar di Barat yang berasal dari kisah kuno peradaban Pagan Romawi.
Dalam kepercayaan Pagan Roma, bulan Februari dianggap sebagai bulan penuh “cinta” (Love) bukan kasih sayang (affection) dan bulan kesuburan (baca: masa birahi atau syahwat).
Sebab Love dan Affection berbeda makna. Dalam bahasa Inggris, “kasih sayang” ditulis sebagai “Affection”, bukan “Love”.
Ada perbedaan mendasar antara istilah Affection dengan Love. Yang pertama lebih dekat dengan perasaan atau curahan hati, bersifat kejiwaan yang halus dan indah, sedang yang kedua, “Love”, lebih dekat dengan tindakan yang mengarah kepada kegiatan atau aktivitas seksual. Mungkin sebab itu, hubungan seksual kini kaprah disebut sebagai “Making Love”.
Disebutkan bahwa Lupercalian atau Lupercus merupakan nama Dewa Kesuburan (Dewa Pertanian dan Gembala), yang dipercaya berwujud seorang lelaki perkasa dan berpakaian setengah telanjang dengan hanya menutupi tubuhnya dengan kulit kambing.
Mitologi mengenai Lupercus terkait erat dengan kisah Remus dan Romulus yang tinggal di bukit Palatine dan diyakini kisahnya mengawali pembangunan Kota Roma.
Selain Roma, kepercayaan Pagan Yunani Kuno juga meyakini bulan Februari—tepatnya pertengahan Januari dan mencapai puncaknya pada pertengahan Februari—merupakan bulan Gamelion, yang dipersembahkan kepada perkawinan suci Dewa Zeus dan Hera.
Baik kepercayaan Pagan Roma maupun Pagan Yunani, keduanya meyakini bahwa Februari merupakan bulan penuh gairah dan cinta (baca: syahwat), bukan Affection alias kasih sayang.
Dari sini ada yang mesti dikritisi terkait tradisi Valentine yang jatuh pada 14 Februari tiap tahunnya. Valentine’s Day dengan segala pernak-perniknya sesungguhnya tidak lepas dari program setan yang hendak menghancurkan ketauhidan seperti yang diajarkan para penyampai Risallah sejak Adam a.s. hingga Muhammad Shalallahu Alaihi Wa Sallam.
Banyak sisi gelap dibalik hari kasih sayang abal-abal tersebut yang belum banyak kita ketahui. Banyak yang menyangka, umat Islam dilarang mengikuti ritual tersebut semata-mata karena bersumber dari ritual kaum Nasrani. Ini salah besar.
Karena nyatanya Gereja Katolik juga pernah mengeluarkan larangan bagi umatnya untuk tidak ikut-ikutan Valentine’s Day. Bahkan Katolik Ensiklopaedia menyatakan bahwa ritual Valentine’s Day berasal dari ritual pemujaan terhadap setan (The Satanic Ritual) dan paganisme.
LUPERCALIA FEST
Lupercalia Festival merupakan sebuah perayaan yang berlangsung pada tanggal 13 hingga 18 Februari, di mana pada tanggal 15 Februari mencapai puncaknya.
Dua hari pertama (13-14 Februari), dipersembahkan untuk Dewi Cinta (Queen of Feverish Love) bernama Juno Februata.
Pada tanggal 13-nya, di pagi hari, pendeta tertinggi pagan Roma menghimpun para pemuda dan pemudi untuk mendatangi kuil pemujaan. Mereka dipisah dalam dua barisan dan sama-sama menghadap altar utama.
Semua nama perempuan muda ditulis dalam lembaran-lembaran kecil. Satu lembaran kecil hanya boleh berisi satu nama. Lembaran-lembaran yang berisi nama-nama perempuan muda itu lalu dimasukkan kedalam wadah mirip kendi besar, atau ada juga yang menyebutnya di masukan ke dalam wadah mirip botol besar.
Setelah itu, sang pendeta yang memimpin upacara mempersilakan para pemuda maju satu persatu untuk mengambil satu nama gadis yang telah berada di dalam wadah secara acak, hingga wadah tersebut kosong.
Setiap nama gadis yang terambil, maka sang empunya nama harus menjadi kekasih pemuda yang mengambilnya dan berkewajiban melayani segala yang diinginkan sang pemuda tersebut selama setahun hingga Lupercalian Festival tahun depan.
Tanpa ikatan perkawinan, mereka bebas berbuat apa saja. Dan malam pertama di hari itu, malam menjelang 14 Februari hingga malam menjelang 15 Februari, di seluruh kota, para pasangan baru itu merayakan apa yang kini terlanjur disebut sebagai ‘Hari Kasih Sayang’. Suatu istilah yang benar-benar keliru dan lebih tepat disebut sebagai ‘Making Love Day’ alias malam kemaksiatan.
Pada tanggal 15 Februari, setelah sehari penuh para pasangan baru itu mengumbar syahwatnya, mereka secara berpasang-pasangan kembali mendatangi kuil pemujaan untuk memanjatkan doa kepada Dewa Lupercalia agar dilindungi dari gangguan serigala dan roh jahat.
Dalam upacara ini, pendeta pagan Roma akan membawa dua ekor kambing dan seekor anjing yang kemudian disembelih diatas altar sebagai persembahan kepada Dewa Lupercalia atau Lupercus.
Persembahan ini kemudian diikuti dengan ritual meminum anggur. Setelah itu, para pemuda mengambil satu lembar kulit kambing yang telah tersedia dan berlari di jalan-jalan kota sambil diikuti oleh para gadis.
Jalanan di kota Roma meriah oleh teriakan dan canda-tawa para muda-mudi, di mana para perempuan berlomba-lomba mendapatkan sentuhan kulit kambing terbanyak dan para pria berlomba-lomba menyentuh gadis sebanyak-banyaknya.
Para perempuan Romawi kuno di zaman itu sangat percaya bahwa kulit kambing yang dipersembahkan kepada Dewa Lupercus tersebut memiliki daya magis yang luar biasa, yang mampu membuat mereka bertambah subur, bertambah muda, dan bertambah cantik.
Semakin banyak mereka bisa menyentuh kulit kambing tersebut maka mereka yakin akan bertambah cantik dan subur.
Upacara yang sangat dinanti-nantikan orang-orang muda di Roma ini menjadi salah satu perayaan favorit. Hal ini tidak aneh mengingat kehidupan masyarakat Pagan Roma memang sangat menuhankan keperkasaan (kejantanan), kecantikan, dan seks.
Bahkan para Dewa dan Dewi—tuhan mereka—digambarkan sebagai sosok lelaki perkasa dan perempuan yang cantik nan menawan, dengan pakaian yang minim bahkan telanjang sama sekali. Bangsa Roma memang sangat memuja kesempurnaan raga.
Banyak literatur menulis tentang tradisi Pagan Roma tersebut. Sampai sekarang, pusat-pusat kebugaran yang menjadi salah satu ‘tren orang modern’ disebut sebagai Gymnasium atau disingkat Gym saja, yang berasal dari istilah Roma yang mengacu pada tempat olah tubuh.
Tradisi pemujaan terhadap keperkasaan dan kecantikan ini yang semuanya bermuara pada pendewaan terhadap syahwat, tidak menghilang saat Roma dijadikan sebagai pusat dari Gereja Barat oleh Kaisar Konstantin.
Gereja malah melanggengkan ritual pesta syahwat ini dengan memberinya ‘bungkus kekristenan’ dengan mengganti nama-nama gadis dan para pemuda dengan nama-nama Paus atau Pastor atau orang-orang suci seperti Santo atau Saint (laki-laki) atau Santa (Perempuan).
Mereka yang melakukan ini adalah Kaisar Konstantin sebagai Paus pertama dan Paus Gregory I. Bahkan pada tahun 496 M, Paus Gelasius I menjadikan Lupercalian Festival ini menjadi perayaan Gereja dengan memunculkan mitos tentang Santo Valentinus (Saint Valentine’s) yang dikatakan meninggal pada 14 Februari.
Inilah yang kini kita kenal sebagai ‘The Valentine’s Day’. Lupercalian Festival yang sesungguhnya lebih tepat disebut sebagai ‘Making Love Day, merupakan asal-muasal peringatan ini.
Oleh sejumlah pihak yang ingin mendapat keuntungan dari ritual tersebut dan eksesnya, momentum itu dikampanyekan sebagai ‘Hari Kasih Sayang’, sesuatu yang sangat jauh dan beda esensinya. (Selengkapnya Baca: Eramuslim Digest Edisi 5: The Dark Valentines, Ritual Setan yang Sekarang Dipuja).
Misteri Valentine’s Day (2): Mitos Santo
Valentine’s Day konon berasal dari kisah hidup seorang Santo (orang suci dalam Katolik) yang rela menyerahkan nyawanya demi cinta orang lain.
Nama orang suci itu Santo Valentinus. Namun sejarah Gereja sendiri tidak menemukan kata sepakat tentang siapa sesungguhnya sosok Santo Valentinus sendiri.
Bahkan banyak yang kemudian mengakui bahwa sesungguhnya, kisah mengenai Santo Valentinus sama sekali tidak memiliki dasar yang kuat dan diyakini hanya merupakan mitos atau dongeng, sebuah eufismisme dari ‘kedustaan’.
Sebab itu, Gereja sebenarnya telah mengeluarkan surat larangan bagi pengikutnya agar tidak ikut-ikutan merayakan ritual yang tidak berdasar ini.
Saat ini ada banyak cerita tentang Santo Valentinus. Sekurangnya ada tiga nama Valentine yang diyakini meninggal pada 14 Februari (The Catholic Encyclopedia Vol. XV, sub judul St.Valentine).
Seorang di antaranya dilukiskan sebagai orang yang mati pada masa kekuasaan Kaisar Romawi. Namun ini pun tidak pernah ada penjelasan yang detil siapa sesungguhnya tokoh “St. Valentine” yang dimaksud, juga dengan kisahnya yang tidak pernah diketahui ujung-pangkalnya karena tiap sumber mengisahkan cerita yang berbeda.
Tiga nama Santo yang menjadi martir tersebut yakni seorang pastur di Roma, seorang uskup Interamna (modern Terni), dan seorang martir di provinsi Romawi Afrika. Koneksi antara ketiga martir ini dengan Hari Valentine juga tidak jelas.
VERSI PERTAMA
Dikisahkan bahwa Santo Valentinus merupakan seorang Katolik yang dengan berani mengatakan di hadapan Kaisar Cladius II yang berkuasa di Roma bahwa Yesus adalah satu-satunya tuhan dan menolak menyembah para dewa dan dewi orang Romawi.
Kaisar Claudius II sangat marah dan memerintahkan agar Valentinus dimasukkan ke dalam penjara. Orang-orang yang bersimpati pada Santo Valentinus diam-diam menulis surat dukungan dan meletakkannya di depan jeruji penjara. Ini saja versi pertama, tidak dan ada kisah tentang cinta dan kasih sayang.
VERSI KEDUA
Kisah kedua juga masih menceritakan tentang Kaisar Claudius II. Hanya saja kali ini soal ambisi dan keyakinan Sang Kaisar bahwa kerajaan Romawi harus terus jaya dan sebab itu membutuhkan bala-tentara yang kuat, terampil, dan kokoh tak terkalahkan.
Super tentara ini menurut Kaisar Claudius II hanya bisa dipenuhi oleh para pemuda yang masih suci, yang belum pernah menyentuh wanita. Maka Kaisar Claudius pun mengeluarkan larangan kepada semua pemuda di Roma untuk tidak menjalin hubungan dengan wanita.
Keputusan Sang Kaisar di mana setiap titahnya merupakan hukum yang sama sekali tidak boleh ditawar-tawar tentu menggegerkan rakyatnya.
Banyak yang sesungguhnya menolak hal ini, namun mereka tidak berani untuk menentangnya secara terang-terangan. Karena setiap yang melanggar titah Sang Paduka taruhannya teramat mahal: nyawanya sendiri.
Namun di luar kelaziman pada zaman itu, dua tokoh Gereja—Santo Valentinus dan Santo Marius—diam-diam menentang keputusan Kaisar Claudius dan menyebutnya sebagai hal yang menyalahi kecenderungan alamiah manusia.
Namun tidak disinggung mengapa pula kedua tokoh Gereja ini tidak memprotes aturan Gereja sendiri yang mengharuskan para Pastor dan Biarawati hidup selibat. Bahkan diduga kuat, kedua orang ini juga menerapkan hidup selibat. Sayangnya, tidak ada petunjuk tentang hal ini.
Secara diam-diam, kedua tokoh Gereja ini tetap menikahkan pasangan muda yang ingin menikah dan menjadi konselor atau penasihat bagi kaum muda yang mengalami kendala dalam berhubungan dengan pasangannya.
Suatu waktu Kaisar Claudius mendengar berita tersebut dan langsung memerintahkan penangkapan atas keduanya. Santo Valentinus dan Santo Marius pun dijebloskan ke dalam penjara. Vonis mati pun dengan cepat dijatuhkan.
Dalam versi ini, di dalam penjara Santo Valentinus jatuh hari pada anak seorang sipir. Cintanya mendapat sambutan hangat. Anak gadis sang sipir atau penjaga penjara ini pun jatuh hati padanya. Sang gadis sering mengunjungi Valentinus hingga kekasihnya dihukum mati.
Cerita ini menjadi salah satu mitos yang paling dikenang hingga pada 14 Februari 496 M, Paus Gelasius meresmikan hari itu sebagai hari untuk memperingati Santo Valentinus. (The World Book Encyclopedia 1998).
Walau demikian, Paus Gelasius sendiri mengakui bahwa sebenarnya tidak ada yang diketahui secara pasti mengenai martir-martir ini. Walau demikian, Gelasius II tetap menyatakan tanggal 14 Februari tiap tahun sebagai hari raya peringatan Santo Valentinus.
Ada yang mengatakan, Paus Gelasius II sengaja menetapkan hal ini untuk menandingi hari raya Lupercalia yang dirayakan pada tanggal 15 Februari.
Hari Valentine yang oleh Paus Gelasius II dimasukkan dalam kalender perayaan Gereja, pada tahun 1969 dihapus dari kalender gereja dan dinyatakan sama sekali tidak memiliki asal-muasal yang jelas.
Sebab itu Gereja melarang Valentine’s Day dirayakan oleh umatnya. Walau demikian, larangan ini tidak ampuh dan V-Day masih saja diperingati oleh banyak orang di dunia. (Selengkapnya Baca: Eramuslim Digest Edisi 5: The Dark Valentines, Ritual Setan yang Sekarang Dipuja)
Misteri Valentine’s Day (3): Mereka Dibalik Valentine’s Day
Ibarat film, maka Valentine’s Day juga punya tokoh-tokoh utamanya. Siapa saja mereka? Inilah para bintang-bintangnya:
SANTO VALENTINUS
Istilah Valentine’s Day berasal dari nama Santo Valentinus. Siapa sosok Santo Valentinus sesungguhnya? Tidak ada yang tahu. Sehingga dalam usaha menghapus perayaan dan peringatan yang tidak ada dasarnya, tidak diketahui asal-muasalnya, Gereja pernah menghapus peringatan Valentine’s Day dari Kalender Gerejawi pada tahun 1969 dan melarang jemaatnya untuk merayakan Hari Kasih Sayang tersebut.
Dalam perayaan Hari Valentine, orang biasa mengucapkan “Be My Valentine” kepada pasangannya. Bagi banyak kalangan, ucapan ini seolah-olah memiliki arti sebagai “Maukah kamu menjadi yang terkasih bagiku?” atau “Maukah Kamu jadi kekasihku?”. Anggapan ini ternyata salah.
Ken Sweiger dalam artikel “Should Biblical Christians Observe It?” yang bisa diakses pada situs http://www.korrnet.org mengatakan bahwa istilah “Valentine” berasal dari bahasa Latin yang memiliki arti sebagai: “Yang Maha Perkasa, Yang Maha Kuat, dan Yang Maha Kuasa”.
Kata ini dahulu ditujukan kepada Nimrod dan Lupercus, dewa orang Romawi Kuno. Maka disadari atau tidak, ucapan “to be my Valentine”, dengan sendirinya mengandung arti meminta pasangan kita menjadi “Sang Maha Kuasa” atas diri kita. Hal ini tentu merupakan perbuatan syirik.
CUPID
Mitologi Yunani dan Roma Kuno memang sangat mengagungkan kesempurnaan ragawi dan juga syahwat. Tidak heran, jika para dewa dewi yang dipercayai mereka sebagai tuhannya pun disimbolisasikan dalam bentuk sosok manusia, laki-laki dan perempuan, yang dianggap sempurna tubuh dan juga kecantikan maupun ketampanannya.
Jika seorang dewi maka mereka disimbolisasikan—dalam ribuan patung dan juga lukisan—sebagai seorang perempuan muda yang cantik, memiliki tubuh yang menggoda, dan mempunyai hasrat yang bergelora.
Demikian pula penggambaran mereka untuk para dewanya, digambarkan sebagai seorang laki-laki perkasa, rupawan, dan juga sama-sama menyimpan hasrat yang dahsyat.
Salah satu dewa yang mereka puja adalah Cupid (Latin: Cupido, Amor, atau Eros), atau dalam bahasa Inggris juga biasa disebut sebagai The Desire (yang memiliki arti sebagai ‘hasrat’, ‘nafsu’, atau ‘syahwat’).
Dalam mitologi Roma Kuno atau Yunani Kuno, Cupid sering digambarkan sebagai sosok bayi montok nan rupawan dan bersayap dengan panah di tangannya.
Namun ada pula penggambaran Cupid sebagai seorang lelaki rupawan yang bersayap. Hanya saja,—maaf—baik dalam bentuk bayi atau pun sudah dewasa, Cupid sama sekali tidak ditutupi sehelai benang pun alias bugil.
Bisa jadi, inilah pesan asli dari yang disebut sebagai “Cinta” yaitu sesungguhnya adalah “Hasrat atau Nafsu syahwat”.
Di dalam perayaan Valentine’s Day, Cupid tidak boleh tertinggal. Biasanya, di dalam kertas surat atau kartu ucapan, sosok Cupid yang telanjang lengkap dengan sayap dan busurnya diletakkan di atas atau di bawah tulisan: “Be My Valentine’s…”
Dalam bentuk bayi, Cupid sering juga ditemui di dalam dekorasi pusat-pusat perbelanjaan menjelang bulan Februari sepanjang tahun dan diselingi dengan hiasan hati atau bunga yang didominsi warna merah atau pink dan biru.
Dalam kepercayaan pagan, Cupid merupakan anak dari Nimrod ‘The Hunter’ alias Dewa Matahari (Raja Namrudz) dengan Dewi Aphrodite, Sang Dewi Kecantikan yang popular dengan sebutan Dewi Venus.
Cupid atau Eros ini dianggap sebagai Dewa atau Tuhan Cinta, karena raganya yang sangat rupawan. Bahkan dalam mitologi tentangnya diceritakan, ibu kandungnya pun tertarik secara seksual dengannya dan melakukan perzinaan dengan anaknya sendiri. Sesuatu yang memang dianggap lumrah dalam masyarakat pagan Roma.
PAUS GELASIUS I
Gelasius terpilih menjadi Paus pada 1 Maret 492 M dan menerima warisan berupa konflik dan ancaman perpecahan (skisma) antara Gereja Barat yang berpusat di Imperium Romawi dengan Gereja Timur yang berpusat di Konstantinopel (Istanbul sekarang), Turki.
Paus Gelasius I tercatat dalam sejarah sebagai seorang pemimpin Gereja (Katolik) yang ‘meresmikan’ atau mengadopsi perayaan paganisme Romawi Kuno, The Lupercalia Festival, menjadi satu perayaan keagamaan Gereja dan masuk dalam deretan hari-hari besar gerejawi.
Ketika itu, Gelasius menulis surat dan mengirimkannya kepada seorang anggota senat Roma bernama Andromachus. Isi surat tersebut menyatakan bahwa kontroversi tentang festival kesuburan dan pemurnian “The Lupercalia Fest”, yang sedikit demi sedikit dianggap tergusur oleh ajaran kekristenan dan hal ini menuai kecemasan di sejumlah kalangan petinggi Roma akan dijaga dan dipelihara oleh Gereja dan akan diadopsi menjadi salah satu hari perayaan gerejawi.
Gelasius menyatakan, Festival Lupercalian tersebut akan diberi bungkus baru dan akan “dikombinasikan” dengan perayaan Mary The Virgin (Perawan Maria) yang sering disebut “Candlemas”, yang berlangsung 40 hari setelah perayaan Natal (25 Desember), yang sebenarnya berlangsung tiap tanggal 2 Februari. Namun oleh Gelasius, perayaan Mary The Virgin digeser menjadi 14 Februari dan disatukan dengan hari perayaan The Lupercalian Festival. Perayaan baru ini diberi label baru dengan sebutan “The Valentine’s Day”.
Perayaan Hari Valentine kemudian resmi menjadi salah satu perayaan gerejawi dan berabad kemudian, pada sekitar tahun 1960-an, Gereja secara resmi menghapus perayaan ini dari daftar kalender gereja.
Tindakan ini merupakan bagian dari upaya gereja untuk menghapus berbagai ritual yang sebenarnya tidak diketahui asal-usulnya atau sekadar mitos yang tidak berdasar.
KAISAR CLAUDIUS II
Nama aslinya Marcus Aurelius Claudius Augustus Gothicus (10 Mei 213/214 – Januari 270 M), atau lebih dikenal sebagai Claudius II, seorang Kaisar Imperium Romawi.
Claudius II memerintah Roma hanya selama dua tahun (268-270), namun di masa kekuasaannnya, Roma memperoleh sejumlah masa kegemilangan dan sebab itu dia dianugerahi sebuah gelar keagamaan.
Claudius pernah memimpin angkatan bersenjata Imperium Roma saat pertempuran melawan kaum Goths dalam Battle of Naissus, September 268. Claudius, seperti juga pendahulunya Maximinus Thrax, menghadapi penentangan kaum barbarian.
Di masa kekuasaannya yang hanya sekitar dua tahun, Claudius harus membangun angkatan bersenjata yang kuat untuk menghadapi berbagai ancaman pemberontakan dari dalam maupun musuh dari luar.
Sebab itulah, Claudius sangat berambisi untuk membangun sebuah angkatan bersenjata Imperium Romawi yang kuat, kokoh, dan perkasa. Bagi Claudius, angkatan perang semacam itu hanya bisa dibangun jika para tentaranya terdiri dari para pemuda yang juga kuat, fokus, disiplin, dan dan terlatih dengan baik.
Bagi Claudius, seorang tentara yang kuat dan tangguh hanya bisa dipenuhi oleh para pemuda yang tidak memikirkan hal-hal lain selain penunaian tugas terhadap negara.
Claudius menganggap bahwa para pemuda yang tergabung dalam legiun istimewanya harus sungguh-sungguh berkosentrasi dalam tugasnya.
Salah satu yang dianggap Claudius sebagai penghalang dan pengganggu konsentrasi adalah hubungan antara tentaranya dengan para perempuan Roma.
Maka Kaisar Claudius pun mengeluarkan peraturan bahwa para pemuda yang tergabung dalam Legiun Romanya tidak boleh berhubungan apa pun dengan para perempuan, bersahabat, berpacaran, atau bahkan menikah.
Hal ini tentu dirasa sangat berat oleh para pemuda Roma. Namun mereka juga tidak berani untuk menentangnya karena hukuman yang akan diterima jika ketahuan sangatlah berat.
Dalam kondisi inilah, menurut mitos Valentine Day, muncul seorang pemuka agama yang disebut Santo Valentine yang secara diam-diam melakukan upaya peresmian hubungan para pemuda dengan pemudi Roma, dan menikahkannya.
Suatu waktu Claudius mendengar hal ini dan murka besar. Santo Valentinus ditangkap dan dijebloskan ke dalam penjara.
Mitos ini sudah kita ketahui akhirnya, dan Santo Valentinus pun menjelma menjadi sosok misterius yang kepopulerannya di Barat hanya berada di bawah Yesus Kristus, di mana Hari Valentine menjadi perayaan paling meriah di Barat setelah Hari Natal di penghujung Desember tiap tahun.
PEBISNIS
Sebenarnya, Hari Valentine tidak akan menjadi semeriah dan segemerlap seperti sekarang jika tanpa adanya campur-tangan para pebisnis.
Sudah menjadi hukum kapitalisme, bahwa para pebisnis senantiasa mencari-cari celah sekecil apa pun guna dijadikan obyek bisnis yang bisa mendatangkan keuntungan material bagi dirinya.
Celah ini termasuk perayaan-perayaan keagamaan, yang oleh mereka dijadikan sebagai ‘perayaan bisnis’. Sejumlah pebisnis yang harus bertanggungjawab atas dilestarikannya Hari Valentine antara lain adalah pebisnis kartu ucapan, pebisnis bunga, pebisnis media massa, pebisnis coklat, dan sebagainya.
Ada banyak orang yang memanfaatkan momentum ini dan memperalatnya menjadi momentum mengeruk keuntungan yang luar biasa banyaknya, tanpa peduli bahwa yang dimanfaatkannya merupakan suatu perayaan yang bersifat merusak moral dan kemanusiaan.
Salah satu orang yang harus bertanggungjawab adalah pemilik industri kartu ucapan terbesar dunia, Hallmark. Di dunia Barat, bisnis kartu ucapan pada hari Valentine mencapai rekor tertinggi setelah Hari Natal. Kebanyakan yang membeli kartu ucapan Valentine adalah perempuan yang mencapai prosentase lebih dari 80%.
Di Amerika Serikat, lebih dari 50% kartu ucapan Valentine yang beredar berasal dari perusahaan Mallmarks Card yang berbasis di Kansas City, Missouri. Perusahaan yang didirikan oleh Joyce C. Hall pada tahun 1910 berawal dari kebiasaan Joyce C. Hall yang saat itu baru berusia 18 tahun membeli kartu ucapan. Pada tahun 1915, Joyce muda melihat banyak kartu ucapan menjelang hari Valentine dijual. Dua tahun setelah itu Joyce bersama saudaranya, Rollie, memulai usaha untuk membuat kartu.
Usahanya yang memakai bendera Hallmark berkembang. Di setiap kartu ucapan yang diproduksinya, diterakan nama ‘Hallmark’ dan hal tersebut berlangsung hingga hari ini. Bahkan sejak tahun 2001, usaha pembuatan kartu ucapan tersebut merambah ke bidang pertelevisian yang disponsori NBC yang sebenarnya sudah dirintis sejak tahun 1951.
Saat ini, tak kurang dari 18.000 orang menjadi karyawan penuh Hallmark dengan 4.500 pekerja bertugas di Kansas, pusat dari perusahaan Hallmark. Di antara mereka terdapat 800 seniman, desainer, penulis, penyair, dan juru foto. Sampai sekarang tercatat sekitar 48.000 model kartu ucapan telah diproduksi Hallmark, kebanyakan kartu ucapan Natal dan Valentine.
Di Amerika Serikat, Miss Esther A. Howland (1828-1904) tercatat sebagai orang pertama yang membuat dan mengirimkan kartu valentine pertama. Acara Valentine di negeri Paman Sam ini telah dirayakan besar-besaran sejak tahun 1800 dan pada perkembangannya, momentum tersebut telah menjadi perayaan bisnis yang sangat menggiurkan. (Selengkapnya Baca: Eramuslim Digest Edisi 5: The Dark Valentines, Ritual Setan yang Sekarang Dipuja)
Wal hasil dari beberapa pemaparan tersebut kita bisa menyimpulkan apa pesan di balik kampanye "hari kasih sayang" tersebut. Dan harap diingat bahwa ada garis besar yang harus kita patuhi, yakni firman Allah Swt, "Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mengetahui tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya akan diminta pertangggungjawabnya." (QS. Al-Isra’ [17]: 36). Wallahu A'lam Bis Showab. (Senyapena)
BACA JUGA
Kategori:
akhir zaman
dark side of valentine
dewi cinta
hari kasih sayang
history of valentine
nafas zaman
sejarah valentine
valentine
valentine's day
valentino