Dunia adalah satu dari dua hal yang diwasiatkan Rasulullah Saw agar umatnya berhati-hati kepadanya.
عَنْ أَبِي سَعِيدٍ الْخُدْرِيِّ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ عَنِ النَّبيّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ : إِنَّ الدُّنْيَا حُلْوَةٌ خَضِرَةٌ وَإِنَّ اللَّهَ مُسْتَخْلِفُكُمْ فِيهَا، فَيَنْظُرُ كَيْفَ تَعْمَلُونَ، فَاتَّقُوا الدُّنْيَا، وَاتَّقُوا النِّسَاءَ، فَإِنَّ أَوَّلَ فِتْنَةِ بْنِي إِسْرَائِيلَ كَانَتْ فِي النِّسَاء
Dari Abu Sa’id al-Khudri Radhiyallahu anhu, dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam , beliau bersabda, “Sesungguhnya dunia ini manis dan indah. Dan sesungguhnya Allâh Azza wa Jalla menguasakan kepada kalian untuk mengelola apa yang ada di dalamnya, lalu Dia melihat bagaimana kalian berbuat. Oleh karena itu, berhati-hatilah terhadap dunia dan wanita, karena fitnah yang pertama kali terjadi pada Bani Israil adalah karena wanita.”
Dunia yang demikian indah ini layaknya pisau bermata dua. Jika kita bisa mengelolanya untuk menunjang penghambaan kita kepada Allah, maka dunia akan menjadi ladang subur bagi akhirat kita.
Namun manakala dunia memerangkap kita dalam jeratnya, maka kita dipastikan akan menjadi orang paling merugi kelak di akhirat.
Seperti kata bijak para Sufi, "Dunia itu ibarat hewan tunggangan. Jika kau tak bisa mengendarainya maka kau yang akan dijadikan tunggangan olehnya."
Banyak kita dapati dalam kisah umat-umat terdahulu yang dikisahkan dalam Al Qur'an mengenai ketertipuan mereka terhadap dunia. Ada kaum Aad, kaum Tsamud, lalu di zaman Nabi Musa As ada Qorun yang ditenggelamkan ke dalam bumi beserta seluruh harta duniawinya dan lain-lain.
Di zaman yang tak jauh dari masa kita juga ada kisah yang patut dijadikan Ibroh. Di Lebanon pernah hidup seorang milyader yang bernama Amel Al Bustani yang terkenal suka meremehkan dan menertawakan setiap permasalahan termasuk soal maut.
Milyader yang di awal mula perjuangannya meraih kesuksesan sering berjalan berkil-kilo meter hanya untuk membelikan roti untuk ibunya tersebut, harta dan kesuksesannya banyak dikagumi orang.
Suatu hari Amel Al Bustani membangun sebuah kuburan yang sangat mewah di negaranya yang hingga kini masih ada. Untuk membangun kuburannya yang memakan biaya ratusan ribu Poundsterling tersebut dia mengimpor marmer terbaik dari Italia.
Dia memang berniat menjadikannya sebagai peninggalan yang sangat berharga di kemudian hari. Dan tujuan dari pembangunan kuburan super mewah tersebut tidak lain merupakan salah satu upayanya yang nyata untuk memperolok-olok kematian.
Pada hari ulang tahunnya, ia mengundang teman-temannya untuk menghadiri pesta yang diadakan di kuburan tersebut yang diisi dengan acara mabuk-mabukan hingga pagi.
Setelah acara usai, ia memohon kepada para hadirin untuk mengadakan pesta seperti itu tiap tahun setelah ia meninggal untuk mengenang dirinya.
Bahkan ia berkata kepada mereka sambil tertawa, ”Aku akan selalu meminum minuman keras dan berpesta bersama kalian, bahkan setelah matiku nanti.”
Beberapa hari kemudian dia bepergian dengan pesawat. Namun nahas, pesawat yang ditumpanginya mengalami kecelakaan di atas laut dekat negaranya.
Pesawat itu terbakar dan puing-puingnya jatuh ke laut. Berita ini secara cepat tersebar melalui media massa, sementara tim SAR saat itu terus berusaha semaksimal mungkin mencari jenazah para korban.
Tim SAR akhirnya berhasil menemukan seluruh jasad korban kecuali satu jasad yang masih hilang , jasad tersebut tidak lain adalah jasad Amel Al Bustani.
Kini tiap orang yang berkunjung ke Beirut Lebanon, dapat menjumpai dan menyaksikan kuburan super megah tersebut.
Namun jangan harap akan dapat melihat jasad si empunya. Jasad Amel Al bustani yang tenggelam di Laut Tengah dalam kecelakaan pesawat tersebut kini mungkin ada di perut – perut ikan yang memakannya. (Abdurrahman As Sanjari dalam bukunya yang berjudul Atheisme vs Eksistensi Allah terbitan Iqra Insan Press).
Kisah itu hendak mengingatkan kita bahwa dunia adalah kesenangan yang menipu. Bagi orang bijak, dunia adalah tipuan yang nyata. Bahkan Sayyidina Ali Bin Abi Thalib Kwh dengan tegas memproklamasikan bahwa dirinya telah mentalak tiga kepada dunia.
Mungkin kita tidak bisa seradikal Imam Ali dalam mentalak dunia, namun setidaknya haruslah ada pemahaman bagi kita bahwa dunia adalah pijakan bukan tujuan.
Nilai Dunia
Perhiasan Dunia |
Dikisahkan bahwa suatu hari Ibnus Samak masuk menemui khalifah Harun Ar-Rasyid untuk memberikan nasehat, sampai khalifah menangis.
Kemudian Ibnus Samak meminta segelas air, dan mengatakan: “Wahai amirul mukminin, seandainya engkau dihalangi dari (meminum) minuman ini (padahal engkau dalam keadaan sangat kehausan), kecuali dengan (membayar) dunia dan seisinya, apakah engkau akan menebus segelas air itu dengannya?”. Khalifah menjawab: “Ya”.
Ibnus Samak lalu mengatakan (kepadanya): “Minumlah dengan puas, semoga Allah memberkahi anda”.
Ketika khalifah telah minum, Ibnus Samak berkata lagi kepadanya: “Wahai amirul mukminin, beritahukan kepadaku seandainya engkau dihalangi mengeluarkan minuman ini dari (diri)mu, kecuali dengan (membayar) dunia dan seisinya, apakah engkau akan menebusnya?” Khalifah menjawab: “Ya”.
Ibnus Samak kemudian mengatakan (kepadanya): “Lalu apakah yang akan engkau lakukan dengan sesuatu (yakni dunia dan seisinya) yang mana seteguk air lebih baik darinya?”
Dialog antara seorang ulama dengan kholifah ini menunjukkan bahwa kenikmatan Allah yang berupa minum air di saat kehausan lebih besar daripada memiliki dunia dan seisinya.
Kemudian adanya kemudahan di dalam mengeluarkannya dengan buang air termasuk kenikmatan yang sangat berharga pula.
Ini juga menunjukkan betapa besarnya nikmat kesehatan. (Mukhtashar Minhajul Qashidin, karya Imam Ibnu Qudamah, hal. 366, ta’liq dan takhrij: Syaikh Ali bin Hasan Al-Halabi).
Maka syukuri dunia yang kita miliki hari ini. Sebab masih banyak manusia di luar sana yang lebih membutuhkan daripada kita. Qona'ah adalah kunci agar kita memahami hakikat dunia. Orang yang Qona'ah sejatinya adalah manusia terkaya di dunia ini.
Ini sesuai yang disabdakan Rasulullah Shalallahu Alaihi Wa Sallam,
مَنْ أَصْبَحَ مِنْكُمْ مُعَافًى فِي جَسَدِهِ آمِنًا فِي سِرْبِهِ عِنْدَهُ قُوتُ يَوْمِهِ فَكَأَنَّمَا حِيزَتْ لَهُ الدُّنْيَا
“Barangsiapa di antara kamu masuk pada waktu pagi dalam keadaan sehat badannya, aman pada keluarganya, dia memiliki makanan pokoknya pada hari itu, maka seolah-olah seluruh dunia dikumpulkan untuknya.”. (HR. Ibnu Majah).
Ada satu doa sangat bagus yang sering diucapkan oleh Sayyidina Abubakar As Shidiq, "Ya Allah letakkan dunia di tanganku, jangan kau letakkan dunia di hatiku."
Semoga dunia yang makin manis dan hijau ini tidak mengaburkan pandangan kita dari tujuan sebenarnya kita diciptakan, yakni menghamba kepada Allah bukan kepada dunia.
Sebab hidup di dunia ini ibarat kita sedang naik perahu yang kita gunakan untuk berlayar menuju Allah. Dan untuk perjalanan menuju Allah itu kita butuh bekal yang berupa air yang membuat perahu kita tetap bisa berlayar.
Air di sini ibarat dunia. Manakala dia berada di bawah perahu, maka hal itu akan membantu kita tetap bisa berlayar di atasnya. Dan akhirnya perahu kita sampai ke muara terakhir (Allah).
Namun jika air itu berada di atas perahu kita maka lama-lama air akan membebani perahu kita dan akhirnya membuat kita tenggelam. Ini sesuai dengan kalimat bijak yang berbunyi,
من الطبيعي أن ترى السفينة على الماء، و لكن من الخطر أن ترى الماء في السفينة. فكن أنت في قلب الدنيا .. ولا تجعل الدنيا في قلبك
Sangat wajar ketika perahu diatas air, namun sangat berbahaya jika airnya justru diatas perahu. Maka dari itu, jadikan hatimu berada di dunia, namun jangan sampai justru dunia yg ada di dalam hatimu.
Wallahu A'lam Bis Showab. (Editor : Senyapena)
BACA JUGA
Kategori:
akhir zaman
dunia adalah tipuan
dunia sementara
hakikat dunia
hamba dunia
kisah bijak
kisah hikmah
nafas zaman
nilai dunia
sufi
tasawuf
wise story