Fenomena Aswarani : Proyek Neo SEPILISME
Oleh : Muhammad Syafii Kudo
Anti Liberalisme |
Pada tahun 2005 MUI mengeluarkan fatwa haram terhadap Sekularisme, Pluralisme, dan Liberalisme (SEPILISME) agama.
Banyak sekali pro kontra terjadi saat itu. Ormas Islam banyak yang mendukung sedangkan para pengasong Pluralisme dan HAM mengecam habis-habisan fatwa tersebut.
Ulil Abshar Abdalla sang koordinator JIL bahkan dengan berang menyebut MUI tolol meski konon belakangan dia menarik ucapan itu.
Dalam perjalanan sejarahnya, MUI memang tak pernah sepi dari hujatan kaum Liberal baik secara verbal maupun tulisan di media-media nasional yang memang memberi space tulisan bagi para aktivis Liberal.
MUI dituding sebagai pemecah belah kerukunan umat, menciderai kebhinekaan, kolot, jumud dan berbagai tudingan sarkastik lainnya.
MUI sebagai wadah bersatunya Ulama lintas ormas Islam tak bergeming. Mereka tegar di atas jalan perjuangan mereka. Karena MUI sadar bahwa mereka memiliki fungsi “hirasat al-din wa siyasah al-dunya” (menjaga ajaran agama dan mengatur urusan duniawi).
Keputusan MUI mengharamkan SEPILISME tersebut memang terbukti sangat tepat. Sebab meski MUI telah mengeluarkan fatwa haram, SEPILISME nyatanya masih bisa berkembang hingga kini. Apatah lagi jika tidak ada fatwa MUI tersebut, tentu SEPILISME makin bebas dijajakan di negeri ini.
Salah satu goal utama para aktivis pluralisme agama yang paling berbahaya adalah jargon bahwa semua agama sama dan kebenaran itu relatif.
Ini tentu bertentangan dengan akidah yang selama ini diyakini umat Islam yang menyatakan bahwa agama yang diridhoi di sisi Allah hanyalah Islam (QS.Ali Imron : 19).
“Dan barangsiapa mencari agama selain agama Islam, dia tidak akan diterima, dan di akhirat dia termasuk orang-orang yang rugi.” [Ali ‘Imran: 85].
Juga Sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam:
اْلإِسْلاَمُ يَعْلُوْ وَلاَ يُعْلَى.عَلَيۡهِ
“Islam itu tinggi dan tidak ada yang mengalahkan ketinggiannya.”(HR.Ad Daruqutni).
Para aktivis Liberal yang menjajakan paham Pluralisme merupakan pion yang digerakkan untuk menghancurkan Islam dari dalam. Mereka "digaji" oleh LSM asing macam The Asia foundation, Ford foundation, RAND Corporation, dan USAID.
Padahal selain Islam, agama lain sebenarnya juga mengharamkan SEPILISME. Di dalam agama Katholik ada ajaran tentang EENS (Extra Ecclesiam Nulla Salus– Tidak ada keselamatan di luar Gereja).
Pasca Konsili Vatikan II pun tidak ada perubahan pada ajaran tersebut. Yang diubah hanyalah cara penyampaiannya saja, yaitu tadinya secara negatif, yang dimulai dengan kata “Tidak ada….”, menjadi positif, yaitu “Keselamatan datang dari Kristus melalui Gereja Katolik.”
Dalam Katekismus Gereja Katolik, rumusan “Di Luar Gereja Tidak Ada Keselamatan” tetap tercetak sebelum paragraf 846, yang artinya, rumusan itu tetap berlaku dan diajarkan oleh Gereja Katolik, hanya saja perlu dipahami menurut pemahaman Gereja Katolik. (http://www.katolisitas.org/apakah-konsili-vatikan-ii-mengubah-ajaran-tentang-keselamatan-eens/)
Fakta tersebut makin membuka topeng siapa dan apa tujuan proyek SEPILISME sebenarnya.
Jika Katholik saja mengharamkan paham semua agama sama dengan "akidah" tidak ada keselamatan di luar gereja, lalu kenapa para pengasong Pluralisme tetap ngotot mengkampanyekannya. Semua itu tidak lain demi meraup dollar meski dengan cara merusak Islam.
Kini corak penyebaran SEPILISME mulai dirubah. Di tengah situasi dunia yang mengalami krisis multidimensional ini para pengasong Pluralisme membungkus dagangan mereka dalam kemasan baru bernama toleransi.
Kekacauan global yang dinarasikan oleh media-media sekuler akibat makin maraknya radikalisme dan intoleransi menjadi lahan subur bagi mereka.
Kini atas nama toleransi, fatwa ulama yang mengharamkan ucapan selamat hari raya kepada non Muslim sudah tidak digubris karena dianggap tidak relevan diterapkan di negeri majemuk seperti Indonesia.
Atas nama toleransi, kirim nasi tumpeng, berceramah dan bersholawatan di gereja boleh dilakukan demi menjaga kebhinekaan.
Atas nama toleransi, ibadah non muslim bisa diiringi tarian sema (sufi) ala darwis dan tabuhan rebana.
Ini tentu sebuah pencapaian besar bagi para aktivis SEPILISME. Jika dulu mereka berada di luar pagar dalam merusak akidah umat, kini mereka perlahan masuk di dalam pagar. Sehingga ketika kegiatan toleransi kebablasan itu dikritik keras oleh para Ulama mereka segera mendapatkan pembelaan dari oknum ulama dan pengikutnya yang sepemikiran dengan mencari-cari dalil fikih yang membenarkan.
Jadi selain merusak akidah umat, proyek SEPILISME juga dimaksudkan untuk memecah belah dan mengadu domba antar Ulama serta umat. Sebab para musuh Islam tahu bahwa umat ini memiliki sejarah panjang perpecahan di dalam tubuhnya. Dan para musuh Islam dengan jeli memainkan tangan tersembunyinya dalam memecah belah umat hari ini dengan cara membantu secara total baik lewat dana dan fasilitas kepada kelompok umat Islam yang dianggap bisa disetir guna memuluskan proyek mereka.
Sehingga tak heran jika kini masih sering kita jumpai gesekan antar ormas Islam bahkan yang satu akidah Ahlus Sunnah Wal Jama'ah sekalipun.
Solusinya Adalah Berkaca Pada Salaf
Diriwayatkan bahwa Al Imam Quthubul Ghauts Habib Abdullah Bin Alwi Al Hadad suatu ketika bertanya kepada murid beliau yang bernama Habib Ahmad Bin Zein Al Habsyi (Penulis Kitab Risalah Jamiah), darimana Habib Ahmad Bin Zein Al Habsyi mendapatkan Ilbas.
Kemudian Habib Ahmad Bin Zein Al Habsyi menjawab bahwa beliau memperolehnya dari Habib Abdullah Bin Ahmad Bilfaqih. Lalu Habib Abdullah Al Hadad mengatakan kalau Habib Abdullah Bil Faqih itu satu jalur dengan beliau, satu Thariqah sadah Ba'alawy.
Yang Imam Al Hadad maksud adalah apakah ada guru di luar sadah Ba'alawi yang memberi Ilbas kepada Habib Ahmad Bin Zein Al Habsyi. Dan Habib Ahmad Al Habsyi mengatakan tidak ada. Imam Hadad kemudian merasa lega dan memasangkan Ilbas kepada Habib Ahmad Bin Zein Al Habsyi.
Apakah hikmah dari kisah tersebut. Yakni kehati-hatian sang guru kepada muridnya agar murid tidak melenceng dari jalan salafnya. Sebab siapa yang keluar dari jalur Salafnya maka ditakutkan tidak selamat akidahnya.
Di Hadramaut ketika ada sesuatu yang baru dan bernilai baik (Bid'ah Hasanah) maka para Ulama di sana akan melihat dulu apakah hal itu pernah diperbuat oleh para salaf mereka terutama Imam Al Hadad. Jika tidak pernah maka mereka akan meninggalkannya.
Inilah ikatan (Ta'aluq) kuat antara generasi Khalaf dengan Salafnya. Bahkan untuk sesuatu yang baik dan berpahala sekalipun jika tidak pernah dilakukan oleh para Salaf maka mereka tak akan melakukannya.
Ini bukti ketawadhu'an mereka kepada para Salafnya. Mereka tidak pernah merasa lebih Alim daripada Salafnya. Mereka sudah merasa cukup dengan jalan yang sudah dipilihkan para salafnya.
Ini bisa jadi cermin bagi kita di sini. Di mana banyak oknum tokoh yang gemar menganggap remeh masalah akidah.
Mereka dengan jumawa mengatakan bahwa akidahnya tidak akan terciderai hanya dengan mengucap selamat hari raya bagi non Muslim, menjaga tempat ibadah non muslim, doa bersama lintas agama, bahkan mengiringi ibadah non Muslim dengan ritual khas umat Islam.
Mereka juga mencarikan dalil-dalil fikih untuk membenarkan tindakannya tersebut. Sehingga tak heran jika hari ini kita dapati fenomena Aswarani alias Aswaja Rasa Nasrani kian marak.
Berjilbab namun tak sungkan memakai topi santa klaus. Berjilbab namun tak risih menari sema di gereja. Berkopyah namun tak malu bermain rebana di gereja dll.
Inilah bentuk toleransi kebablasan yang berhasil diperjuangkan oleh para pengusung SEPILISME dimana bagi mereka semua agama sama menuju Tuhan yang sama namun hanya berbeda jalan.
Semua perbuatan itu tentu sangat bertentangan dan tidak pernah dilakukan oleh para Ulama Salaf kita. Para pendekar toleransi kebablasan itu seolah merasa lebih alim daripada para Salaf Sholeh.
Padahal sekelas Sulthonul Auliya' Syaikh Abdul Qodir Al Jailani
dalam salah satu karyanya, walau dengan shighat sedikit berbeda, menyatakan:
ويستحب إذا رأى بيعة أو كنيسة أو سمع صوت ناقوس أو رأى جمعًا من المشركين واليهود والنصارى أن يقول:
*أشهد أن لا إله إلا الله وحده لا شريك له إلهًا واحدًا، لا نعبد إلا إياه*
فإن ذلك مروي عن النبي صلى الله عليه وسلم ، وقال : غفر الله له بعدد أهل الشرك.
"Disunnahkan bagi seorang muslim tatkala melihat biara, gereja, mendengar lonceng panggilan ibadah agama lain, dan ketika melihat sekumpulan orang-rang musyrik, yahudi dan nasrani agar membaca:
*أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلهَ إِلّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ إِلهًا وَاحِدًا ، لَا نَعْبُدُ إِلَّا إِيَّاهُ*
Karena amaliyah ini diriwayatkan dari Nabi Muhammad shallallaahu 'alaihi wa sallam, seraya Beliau berkata: Allah memberinya maghfiroh/ ampunan dosa sebanyak bilangan orang musyrik".
Jangankan masuk ke gereja, bahkan melihat saja beliau mensunahkan membaca doa agar akidah kita selamat dan lepas dari murka Allah Swt.
Inilah bedanya Ulama Salaf dengan para oknum tokoh umat Islam di zaman ini. Para salaf sangat berhati-hati dalam menjaga akidah umat. Tak memberi celah sekecil apapun untuk urusan akidah.
Sebagai muslim akhir zaman yang ingin selamat tentu kita harus berpegangan pada para Salaf sebab mereka sudah terbukti kualitas imannya di sisi Allah Swt.
Sebab para Salaf ketika menimbang sesuatu maka mereka akan menimbang secara keseluruhan, oleh karena itu kita harus mengikutinya, karena Nabi pernah bersabda
لا يبلغ العبد ان يكون من المتقين حتى يدع ما لا بأس به حذرا لما به البأس
Sebagai penutup, ada baiknya kita camkan kalam Al Quthb Habib Abdul Qodir Bin Ahmad Assegaf yang berbunyi, "Barangsiapa yang memiliki ikatan dengan ulama salaf solih maka hidupnya akan aman (selamat)". Wallahu A'lam Bis Showab. (Senyapena)
BACA JUGA
Kategori:
aswaja
aswaja rasa nasrani
aswarani
indonesia tanpa jil
Islam liberal
jaringan islam liberal
jil
nu
nu cabang kristen
nu cabang protestan
nu liberal
radikalisme
sepilisme