Makna Tahun Baru

Makna Tahun Baru

Tahun baru Masehi 2020 telah tiba. Kemaren malam banyak kita dapati manusia larut dalam gempita di dalamnya. Ada yang keluyuran ke daerah dataran tinggi, ke gunung, ke pantai atau hanya di dalam kota masing-masing.

Yang di kampung ? Tentu tak mau kalah pula. Di era globalisasi internet seperti ini nampak sudah tak ada batasan lagi antara desa dan kota, dalam hal suplai informasi. Sehingga berimbas pada meratanya mode dan gaya hidup masyarakat baik di daerah urban maupun pelosok kampung.

Fatwa para Alim Ulama mengenai pelarangan perayaan Tahun Baru seakan tak digubris,  meski bagi sebagian umat hal itu tetap mereka patuhi.

Terlepas dari pemaknaan tahun baru, sebenarnya apa hakikat yang hendak dituju oleh para perayanya ? Bukankah itu hanya sekedar pergantian waktu semata.


Manusia itu unik. Mereka bisa juga disebut sebagai "makhluk momentum" karena suka menilai sesuatu secara lebih khusus daripada biasanya di momen-momen tertentu yang mereka tetapkan.

Itulah salah satu alasan mengapa manusia sangat suka merayakan sesuatu di momen tertentu secara berulang karena ada kenangan, nilai dan sejarah di dalamnya. Termasuk di dalamnya adalah Tahun Baru.

Namun ada satu hal yang bisa dipertanyakan dalam tahun baru ini agar bisa kita jadikan renungan bersama seperti ungkapan bijak Gedhe Prama yang pernah berujar, “Setiap kali hari baru datang, banyak yang ingat membangunkan badan, sedikit yang ingat membangunkan jiwa. Setiap bulan baru berkunjung, banyak yang ingat memegang kantong, sedikit yang ingat memegang nurani. Setiap tahun baru datang, banyak yang bertanya,”Berapa umur saya sekarang?”. Sedikit yang bertanya, “Seberapa bijaksana saya sekarang?”.

Sebagai seorang Muslim kita juga harus mengingat kembali peringatan dari Nabi kita yang mulia, “Barangsiapa yang hari ini lebih baik dari hari kemarin, maka dia adalah orang yang beruntung. Barangsiapa yang hari ini sama dengan hari kemarin, maka dia adalah orang yang merugi. Dan barangsiapa yang hari ini lebih buruk dari hari kemarin, maka dialah orang-orang yang celaka.” (Al Hadis).

Ingat, matahari yang dinanti para peraya malam tahun baru tersebut tak ubahnya matahari yang kemaren muncul. Dia tetap matahari yang sama dengan yang menyinari umat-umat terdahulu.

Matahari yang menjadi saksi atas pembunuhan Qobil pada Habil; menjadi saksi saat bahtera Nuh As berlayar di atas banjir besar; menjadi saksi saat Fir'aun ditenggelamkan di Laut Merah; menjadi saksi saat Isa As diselamatkan dari makar penyaliban; menjadi saksi pula bagi manusia teragung yakni  Nabi Muhammad Saw.

Artinya terlepas dari dinamisnya kejadian alam , matahari tersebut tetap sama tugasnya dari zaman diciptakan hingga kelak ditenggelamkan secara abadi.

ماَ Ø·َÙ„َعَتِ الشَّÙ…ۡسُ, اِلاَّ Ùˆَ عَظَتۡ بِاَÙ…ۡسٍ

"Tidaklah matahari terbit kecuali memberi peringatan tentang hari kemarin"

Hari ini di awal tahun baru 2020 banyak saudara kita setanah air yang harus menampa ujian berupa banjir dll. Maka seyogyanya kita berempati dan mampu bermuhasabah diri.

Bersyukur dan bergembira tidaklah dilarang namun berlebihan di dalamnya itulah yang tidak boleh.

Maka jadikanlah setiap detik nafas kita sebagai perayaan tahun baru, kesempatan hidup baru, dan caranya adalah dengan menjalankannya dalam rangka makin takwa pada Nya. Karena tidaklah kita diciptakan kecuali untuk menyembahNya dan menjadi khalifah pemakmur bumiNya. Wallahu A'lam. (Senyapena)

BACA JUGA

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama